fbpx

Desa Pakraman Pakuseba Lestarikan Tradisi Megibung

Gianyar, mediapelangi.com – Tradisi Megibung atau makan bersama saat digelarnya upacara yadnya atau pada hari-hari khusus ternyata tidak hanya dilakukan oleh warga yang ada di Wilayah Kab. Karangasem saja, tradisi Megibung juga dilakukan secara turun temurun oleh Krama Desa Pakraman Pakuseba, Desa Taro, Kec. Tegalalang, Kab. Gianyar.

Bedanya tradisi Megibung di Desa Pakraman Pakuseba hanya dilakukan warga pada saat pelaksanaan Piodalan di Pura Desa saja yang jatuh setiap rerahinan Anggara Kasih Prangbakat. Seperti halnya hari ini Selasa (4/7/2017) menjelang pelaksanaan Piodalan di Pura Desa, warga juga  melakukan tradisi megibung.

Piodalan di Pura Desa Pakraman Pakuseba dilaksanakan sore hingga malam hari, sebelumnya pagi hingga siang krama Desa Pakraman Pakuseba laki dan perempuan terlebih dahulu “ngayah” (bergotongroyong) melakukan persiapan berupa pembuatan dan pemasangan sarana upacara piodalan sekaligus bagi warga laki-laki “nampah” (memotong) ayam dan babi dan dilanjutkan dengan “mebat” yaitu mengolah daging yang akan digunakan untuk sarana upacara dan sebagian lagi untuk konsumsi bagi seluruh krama/warga yang ngayah.  Seperti biasa menu yang dibuat saat mebat berupa sate lilit, sate tusuk, lawar, nasi dan hidangan lainnya.

Di siang hari setelah selesai ngayah, seluruh krama beristirahat untuk santap siang bersama. Menariknya krama laki-laki santap siang dilakukan dengan megibung.


Photo : Warga Pakuseba saat megibung

Sebelum megibung, menu atau masakan yang telah dibuat sebelumnya terlebih dahulu ditata sedemikian rupa oleh petugas dalam sebuah wadah agar cukup dikonsumsi oleh empat orang. Masing-masing wadah lengkap berisi nasi, sate, lawar, sambal dan menu lainnya. Jadi megibung dilakukan secara berkelompok dimana masing-masing kelompok terdiri dari empat orang khusus bagi warga laki-laki saja, tua maupun muda.

Saat megibung warga saling berbaur satu dengan yang lainnya dan tidak membedakan status sosial. Saat makan bersama warga pun terdengar saling “megesah” (bincang-bincang) sehingga megibung menjadi ajang yang efektif untuk saling mendekatkan diri sesama warga.

Usai mengibung Bendesa Pakraman Pakuseba I Made Ampel mengatakan, tradisi megibung rutin dilakukan di desanya setiap enam bulan sekali saat pelaksanaan Piodalan di Pura Desa. Tradisi ini tetap kami  lestarikan karena sudah menjadi warisan leluhur kami dan dilakukan secara turun temurun, terangnya.

Sementara I Made Sukadana, salah seorang generasi muda Pakuseba yang ikut berbaur megibung, mengaku sangat senang tradisi megibung masih dilestarikan didesanya. Megibung adalah wujud kebersamaan sehingga terjalinnya rasa persaudaraan sesama warga, pungkas Sukadana (*).

Berita Terkait
error: Konten ini terlindungi.