Tabanan, mediapelangi.com–Tiga orang dramawan berhasil membuat “diam” para penonton yang memadati Auditorium SMAN 1 Tabanan (SMASTA) dalam pentas monolog yang bertajuk “Festival 100 Monolog Putu Wijaya” Jumat (22/12/2017), sore hingga malam.
Tiga naskah monolog Putu Wijaya secara bergantian diperankan pertama adalah I Gusti Bagus Arya Maheswara membawakan naskah berjudul “Teror”, kedua I Gede Arum Gunawan membawakan naskah “Trik” dan ketiga Ni Made Lisa Purwanti membawakan naskah “Kursi”. Ketiganya tampil sepenuh jiwa, sehingga penonton ikut larut menjadi dirinya sendiri.
Monolog adalah seni drama atau pementasan peran yang dilakukan oleh satu pemain atau sendirian. Walau apa yang diucapkan oleh pemain tidak ditujukan kepada orang lain tetapi materi, topik dan metode komunikasi dalam seni drama ini bisa menjadi pengingat atau membawa pesan moral bagi orang lain. Ibaratnya seperti jaman now, ketika satu orang membuat status di media sosial, tetapi 12345 orang ikut terbawa perasaan (baper).
Memang, seperti dikenal banyak orang naskah-naskah monolog yang ditulis Putu Wijaya banyak mengangkat dinamika sosial, memuat kritik bahkan “teror mental” bagi penontonnya. Tidak terkecuali pada malam itu, penampilan monolog yang dibawakan oleh I Gusti Bagus Arya Maheswara, I Gede Arum Gunawan dan Ni Made Lisa Purwanti mampu memukau penonton dengan hebusan pesan moral yang teramat dalam. Begitu juga ketika atribut-atribut kebangsaan dikemas apik melalui pementasan tari kontemporer dan musikalisasi puisi berjudul “Sang Garuda” dibawakan oleh anak-anak teater Jineng.
Malam apresiasi Festival 100 Monolog Putu Wijaya di Tabanan 2017 digagas oleh Ketut (Boping) Suryadi, S.Sos, MM bekerjasama dengan Taeter Jineng SMAN 1 Tabanan. Turut hadir dalam kesempatan itu Asisten II Setda Kabupaten Tabanan I Wayan Miarsana, Kepala SMAN 1 Tabanan I Made Jiwa, Perwakilan Polres Tabanan, Pembina Teater Jineng, guru-guru, orang tua siswa, siswa perwakilan sekolah di se-Tabanan termasuk perwakilan sejumlah sanggar antara lain sanggar Warok, Sanggar Leklok, Sanggar Natya Praja (Desa Bajera) dan Sanggar Brahma Diva Kencana (Kediri).
Di awal acara, I Ketut (Boping) Suryadi yang juga Ketua DPRD Kabupaten Tabanan menyampaikan bahwa dirinya ikut menggagas acara ini sebagai bentuk apresiasi terhadap Putu Wijaya, maestro sastra kelahiran Tabanan. “Ini bentuk apresiasi kita terhadap sang maestro, Putu Wijaya, yang berasal dari Tabanan,” ujarnya.
Malam apresasi pun semakin mengalir dalam “satu jiwa” manakala Boping tampil bersama Sanggar Anak Angin membawakan lima buah lagu yaitu Matahari Telah Pergi, Mengejar Bayangan Menangkap Angin, Anak Jaman, Debu Berkabut dan Menjadi Matahari, dimana warna syairnya tidak jauh dengan “nafas” dalam naskah-naskah monolog Putu Wijaya. Hebusan jiwa seni semakin kencang menembus relung jiwa, ketika improvisasi para sastrawan maestro Bali seperti Bawa Samar Gantang yang tampil memukau dengan puisinya berjudul “Sepeda”. Dalam improvisasinya Bawa Samar Gantang tampil sambil menuntun sepeda ontel yang sudah 45 tahun setia menemaninya. Begitu juga Mas Ruscitadewi tampil penuh apresiasi terhadap pelaksanaan Festival 100 Monolog Putu Wijaya, khususnya bagi para penggagas, apalagi digelar bertepatan dengan Hari Ibu 22 Desember. Dengan penuh penghayatan Mas Ruscitadewi membawakan puisi berjudul “Ibu”.
Ditemui sehabis pentas, seniman I Gede Arum Gunawan mengatakan, acara Festival 100 Monolog Putu Wijaya di Tabanan merupakan pementasan naskah monolog ke 75, 76 dan 77 di Provinsi Bali. Pementasan ini bertujuan agar kita semakin mencintai tanah air, apalagi Putu Wijaya adalah seniman terkenal yang lahir dan berasal dari Tabanan. “Kita harus menghargai seniman asal daerah kita sendiri,”ujar pembina teater Jineng ini.
Lanjut Arum Gunawan, tiga naskah monolog Putu Wijaya banyak menggambarkan carut-marut dan gejolak sosial politik yang kerap terjadi di negeri ini, seperti masalah pendidikan, teror informasi, korupsi, trik dan intrik politik, perebutan kursi kekuasaan dan sebagainya. Menurut dia, melalui penampilan seni monolog kita mencoba menjelaskan apa yang sedang terjadi kepada diri kita sendiri, namun semua itu bukan untuk kita tiru, sebaliknya dapat menjadi pelajaran berharga agar kita tidak ikut-ikutan melakukannya karena kita cinta kepada tanah air. “Melalui karya seni lah kita ungkapkan kecintaan kita pada tanah air Indonesia, pungkas Arum Gunawan.
Malam apresiasi racikan komunitas teater Jineng SMAN 1 Tabanan berlangsung cukup sukses. Semoga dengan seni bisa menghapus kekotoran-kekotoran dalam diri, baik kotor dalam pikiran, perkataan maupun prilaku.Terakhir sebelum ditutup acara diisi dengan penampilan band Uap Kata, band anak muda dari Bajera Selemadeg yang semakin hari terus bertumbuh. Selamat dan terus lah berkarya, bersama satu jiwa cinta tanah air (*/kr-mp).