BADUNG, MEDIAPELANGI.com-Ny. Putri Suastini Koster yang telah lebih dari 40 tahun malang melintang di dunia seni, memiliki pergaulan yang sangat luas di kalangan seniman lokal Bali dan Tanah Air. Meski kini sudah tak aktif dulu lagi di panggung seni yang melambungkan namanya itu, namun ia tetap menyepatkan diri di sela-sela kesibukannya mendukung akifitas sang suami, Wayan Koster sebagai politisi, untuk menularkan semangat agar para seniman muda tidak takut untuk terus berkesenian.
Seperti Senin (19/3/2018) di Desa Buduk, Kecamatan Mengwi, Kabupaten Badung, ia menyempatkan mengunjungi Sanggar Seni Tepi Siring yang berada di Bajar Uma Kepuh, Desa Buduk yang kebetulan milik sahabat lamanya seniman serba bisa Wayan Selat Wirata.
Sanggar seni ini, dulunya begitu ia akrabi saat masih aktif berkesenian khususnya berteater. “Dulu tahun 90-an, di sini masih berupa pondok saja, dan di samping-sampingnya masih sawah semua. Sekarang sudah berubah, sudah banyak rumah-rumah. Makanya tadi saya sempat pangling mengingat-ingat tempatnya,” kata dia sambil mengenang.
Di tempat ini, Putri Suastini bertemu dengan sejumlah anggota sanggar, para seniman teater muda asuhan Dewa Ketut Jayendra yang kebetulan sedang mengadakan latihan persiapan untuk pentas pertunjukan. Bertemu dengan para seniman muda, digunakan ibu dua putri ini untuk berbagi pengalaman bersama mereka serta memberikan dorongan motivasi untuk terus berkesenian.
“Kita jangan pernah berhenti berkesenian. Saya sampai sekarang juga masih aktif, tapi tidak seperti dulu. Sekarang saya berkesenian melalui puisi. Melalui persembahan puisi, selain untuk menghibur, juga melalui puisi kita ingin mendinginkan suasana ketika suhu politik mulai memanas,” ujarnya mengajak para seniman muda tersebut.
Kemudian Perempuan asal Padangsambian Kaja, Kota Denpasar, yang telah berulangkali menjuarai lomba puisi tingkat nasional ini menuturkan bahwa meski ia belum mampu berbuat hal yang luar biasa bagi masyarakat, namun bukan berarti ia akan berhenti untuk terus berbuat sesuatu.
“Saya akan terus berbuat untuk orang lain, dengan sepenuh hati melalui hal-hal kecil yang bisa saya lakukan. Semoga itu bisa berguna dan diterima oleh masyarakat,” akunya sembari menambahkan salah satu hal kecil yang dimaksud tersebut ialah dengan menampilkan “puisi mantra” di setiap ada kesempatan.
Selain itu seniman multi talenta yang telah menggondol berbagai penghargaan tingkat nasional dari berbagai kegiatan berkesenian yang dilakoninya itu juga mengungkapkan keprihatinannya terhadap nasib para seniman Bali yang seringkali kurang beruntung di hari senjanya.
“Bukannya cuma karyanya yang kita nikmati dan hargai, namun juga harus memberi penghargaan bagaimana agar kehidupan mereka bisa sejahtera. Mereka sudah banyak berbuat dan mendedikasikan hidupnya dengan berkarya untuk masyarakat. Jadi sudah sepatutnya mereka juga mendapat penghargaan yang setimpal,” tegas alumni SMAN 1 Denpasar itu.
Sementara Wayan Selat Wirata dan Dewa Ketut Jayendra menuturkan bahwa mereka sudah puluhan tahun mengenal Putri Suastini. “Kita dulu sering bareng dan berkolaborasi, baik di teater termasuk juga pembuatan sinetron dan sendratari kolosal yang mengangkat kepahlawanan Ida Istri Kania dalam memimpin perang Puputan Klungkung. Kebetulan Bu Putri yang jadi tokoh pemeran utamanya, bahkan dia sampai menyabet penghargaan sebagai pemeran wanita utama terbaik tingkat nasional di Jakarta,” ungkap Selat Wirata yang juga aktif di dunia pedalangan tersebut.
Sedangkan Dewa Ketut Jayendra mengaku sangat senang bisa bertemu Putri Suastini kembali. Ia menceritakan, sudah mengenal Putri Suastini sejak awal tahun 90-an. “Selain di sini, dulu juga sering ketemu di Sanggar Kayu Putih di Jalan Surapati Denpasar. Tapi sudah lama sekali juga kami tidak pernah bertemu lagi setelah itu, karena kesibukan masing-masing. Tapi yang namanya seniman, biar jarang ketemu tapi hati dan pikiran kami tetap terhubung. Pas sekali ketemu seperti sekarang, pasti yang diomongin topiknya tidak jauh-jauh soal bagaimana memajukan dunia seni kita. Karena iya memang jiwa kami di sana (dunia seni),” paparnya. (mp)