DENPASAR, MEDIAPELANGI.com – “Garapan ini memang mengambil hampir seluruh aspek kesenian yang tidak meninggalkan unsur tradisi,” ujar Cokorda Istri Putri Rukmini mantap. Pembina tari SMP Negeri 2 Sukawati ini berusaha menyelamatkan joged dengan senantiasa bergelut pada tradisi.
Memahami esensi tradisi Bali sejatinya adalah keharusan bagi insan seniman. Hal itulah yang ditangkap oleh Cokorda Istri Putri Rukmini. Sebagai seorang pembina tari, Rukmini pun sangat getol untuk menanamkan prinsip dan landasan dalam berkesenian kepada anak didiknya. “Tidak selamanya garapan yang diikat tema itu akan menjadi sebuah karya yang monoton, disinilah daya kreasi seniman itu digali,” jelas Rukmini saat ditemui disela-sela pementasan di panggung Madya Mandala, Taman Budaya, Denpasar Jumat malam (7/9).
Meski dalam bulan ini tema gelar kreativitas dalam Bali Mandara Nawanatya III adalah Joged, namun Rukmini pun tak ingin ambil pusing. Justru garapan Joged Bumbung dari SMP Negeri 2 Sukawati ini pun tampak luar biasa dan beragam. Bertajuk Wanti Warsa Pesraman, SMP Negeri 2 Sukawati tampil dengan apik. Unsur peprembonan pun terlihat dalam sekolah menengah pertama yang bernaung dalam bumi seni Gianyar ini. Tari kreasi dibarengi dengan bebarongan yang dinamis mencerminkan keseriusan SMP Negeri 2 Sukawati dalam menggarap garapan yang ada. Tak hanya Rukmini, I Nyoman Kerca dan I Wayan Wiryawan pun turut menggarap dari segi tabuhnya.
Tak hanya SMP Negeri 2 Sukawati, SMP Negeri 2 Mengwi pun turut tampil dalam gelar kreativitas pelajar dalam Bali Mandara Nawanatya III. Menurut penuturan pembina garapan SMP Negeri 2 Mengwi, A.A Bagus Sudarma anak didiknya menggarap bondres yang dipadu dengan joged bumbung. “Melestarikan pakem joged agar joged jangan dilecehkan,” jelas Sudarma. Selama ini, kesenian joged memang mendapatkan stigma negatif sebab beredar beberapa kesenian joged yang keluar dari pakemnya. Sehingga bagi Sudarma sebuah langkah layaknya Bali Mandara Nawanatya II sangatlah penting untuk digencarkan.
“Nawanatya ini kan sebagai sebuah sarana untuk mempertahankan pakem kesenian di kalangan milenial, seperti joged ini salah satunya,” terang Sudarma dengan gurat wajah serius. Sehingga pakem joged yang selama ini bengkok kembali diluruskan dengan pentas-pentas positif dengan wadah yang positif pula.
Pengamat seni, I Wayan Dibia mengapresiasi pementasan SMPN 2 Mengwi dan SMPN 2 Sukawati yang tampil Jumat malam itu. “Yang pertama (SMPN 2 Mengwi –red) maunya mereka ingin tidak porno tapi akhirnya mereka terkesan porno. Saya katakan hal itu langsung ke gurunya. Sementara yang kedua (SMPN 2 Sukawati itu tergolong agak berat tetapi mereka mampu untuk itu dan bagus,” apresiasi Dibia. Menurut Dibia penampilan SMPN 2 Sukawati ini terlihat setiap bagiannya digarap dan disiapkan secara serius. Sehingga menghasilkan garapan yang menarik dan apik.
Menurut Dibia, garapan yang menarik dan apik ini janganlah sampai dipangkas hanya karena ketidakpahaman dan ketidaktahuan pemegang kebijakan. “Nawanatya ini ajang kreativitas anak-anak SMP dan SMA. Kalau ini sampai betul dihilangkan (tahun depan-2019 – red), itu yang mengusulkan itu tidak berpikir panjang,” kritik Dibia mengomentari informasi kemungkinan Nawanatya dihapus tahun depan.
Menurut Dibia ruang kreativitas anak-anak ini jangan dihilangkan. Apalagi respon anak-anak SMP dan SMA itu luar biasa .Anak-anak SMP ini akan masuk ke anak-anak SMA. Kemudian anak-anak SMA ini yang akan masuk ke PKB (Pesta Kesenian Bali). “Jadi kontunuitas berkesenian ini jangan sampai terputus. Kalau sampai Nawanatya dihapus, maka sama saja kita potong leher kalau istilah saya, ” tegas Dibia.
Tidak hanya Dibia yang menolak, sastrawan dan juga pelukis, Nyoman Wiratha juga menyayangkan jika rumor bahwa tahun depan Bali Mandara Nawanatya akan dihapus. “Nawanatya ini penting bagi regenerasi seniman. Jangan hanya ingin membuat Festival Seni Modern terus memangkas Nawanatya. Itu beda. Jangan karena mau buat yang baru, terus memangkas yang lama. Biarkan sama-sama jalan,” cetus Wiratha.
Tak hanya Wiratha, sastrawan lainnya Alit S. Rini juga tidak setuju Nawanatya dihapus. “Inilah yang dulu kita sering bicarakan, bagaimana kita menjadikan Art Centre ini sebagai rumah seniman. Nawanatya telah mampu menjadi seperti itu. Jadi jangan Festival Seni Modern justru memangkas Nawanatya. Silahkan buat Festival Seni Modern tetapi biarkan juga Nawanatya tetap berjalan. Karena Nawanatya telah membuktikan sudag tepat. Kalau ada yang kurang mari kita perbaiki bersama tanpa memangkas Nawanatya,” tutur Alit S. Rini yang dulunya Redaktur Harian Bali Post yang getol berkesenian sastra modern. Jadi baik Dibia, Wiratha dan Alit S.Rini, tetap berprinsip acara Nawanatya tetap harus dipertahankan keberlanjutannya karena menjadi media regenerasi seniman dan mampu menghidupkan Art Centre.
Unjuk Kebolehan Anak TK
Sore harinya, anak-anak TK Tunas Daud Denpasar dan TK Saraswati 4 Denpasar unjuk kebolehan kreativitas seninya. Kepala Sekolah TK Tunas Daud, Denpasar, Herita Pasensi, mengungkapkan rasa syukur atas hadirnya acara Nawanatya III. “Jadi, Tunas Daud sudah dua kali tampil dalam Nawanatya,dan sekarang membawa cerita Manik Angkeran niatnya untuk lebih mengenalkan cerita sejarah dari tempat kelahirannya mereka ini di Bali,” ujar Herita.
Sementara itu Kepala Sekolah TK Saraswati 4 Denpasar, Ni Wayan Kerti Muliarti mengatakan,” acara Bali Mandara Nawanatya merupakan sarana anak-anak untuk menemukan talenta dan keberanian dalam diri anak-anak.” Anak-anak TK Saraswati 4 Denpasar menampilkan dance baby shark, tari Cilinaya, tari Janger dan drum band.
Pagi harinya juga diselenggarakan Workshop Kreasi Buah dan Bunga di ruang Sinema, Ksirarnawa, Taman Budaya, Denpasar. Workshop menampilkan dua pembicara dari Ikatan Perangkai Bunga Indonesia di Bali, Kadek Wini Arthini dan Ngurah Arya Dimas Hendratmo. Hadir sebagai peserta dari siswa dan guru SMA dan SMK se-Bali. (mp)