TABANAN, MEDIAPELANGI.com – Masyarakat Bali khususnya masyarakat Hindu telah memiliki hubungan emosional dengan masyarakat Tionghoa sejak zaman dulu. Berbagai pengaruh budaya Tionghoa telah diterima oleh masyarakat Hindu di Bali.
Akulturasi budaya antara budaya Tionghoa dengan budaya Bali bukan saja terlihat dalam bentuk kesenian seperti barong, baris Cina , uang kepeng dan sebagainya , tetapi juga dalam bentuk lainnya seperti tempat pemujaan Dewi Kwan Im dan Ratu Ngurah Subandar. Untuk itu kedepannya hubungan yang telah dibina sejak dulu hendaknya tetap dijaga, dipelihara bahkan ditingkatkan.
Harapan tersebut disampaikan Wakil Gubernur Bali Tjokorda Oka Artha Ardana Sukawati dalam sambutannya saat membuka pelaksanaan Seminar Sejarah Balingkang, di Politeknik International Bali, Jalan Pantai Nyanyi, Tabanan, Selasa (3/12/2019).
Lebih jauh dalam sambutannya, Wagub Cok Ace menyampaikan seminar Balingkang yang diselenggarakan ini memiliki tujuan yang sangat mulia untuk mengetahui secara lebih mendalam sejarah keberadaan masyarakat Tionghoa di Bali sehingga tergali banyak informasi sejarah untuk dapat diketahui bukan saja oleh masyarakat Bali tetapi juga masyarakat dunia.
“Seminar ini merupakan salah satu wujud dari Suksma Bali, terima kasih kita pada sesama, jiwa wirausaha dan entertainment telah kita wariskan dari Tionghoa. Jika nanti ada perbedaan pandangan terkait sejarah yang ada, mari kita cari titik temu bersama sehingga seminar ini berguna dalam mempererat hubungan Tionghoa dan Bali sebagai modal pembangunan menuju Bali Era Baru, ” imbuhnya .
Sementara itu, Ketua Panitia Prof. I Nengah Duija menyampaikan tujuan penyelenggaraan seminar ini adalah untuk membangun kesadaran kolektif orang Bali terhadap hubungan Tionghoa-Bali mengenai hubungan sejarah, kuktural, ekonomi, dan politik, mengembangkan hubungan diplomatik antara Bali dan Tionghoa serta memberikan gambaran komprehensif hubungan Tionghoa-Bali terkait Raja Sri Maharaja Jayapangus dan Kang Cing Wey putri Raja Chung Kang di Tiongkok (Dinasti Sung)
Seminar yang berlangsung selama dua hari dari tanggal 3-4 Desember 2019 melibatkan 100 peserta dari berbagai profesi dan lembaga dengan menghadirkan narasumber diantaranya Ahli Arkeologi Prof. I Wayan Ardika (Fakuktas Ilmu Budaya Unud), Ahli Kebudayaan Prof. Sulystyawati , Ahli Agama Ida Sri Bhagawan Putra Natha Nawawangsa Pemayun, Ahli Sastra Babad Dr. Ida Bagus Rai Putra, M.Hum, Dr. I Wayan Wisnu dan ahli lainnya.(mp/rls)