TABANAN, MEDIAPELANGI.com – Ketua DPRD Tabanan I Made Dirga ikut mendampingi Gubernur Bali Wayan Koster menyampaikan aspirasi terkait Rancangan Undang-Undang (RUU) Provinsi Bali ke Menteri Dalam Negeri di Jakarta, Kamis (5/12/ 2019).
Selain Ketua DPRD Tabanan I Made Dirga beserta seluruh Ketua DPRD kabupaten kota se-Bali, Gubernur Bali Wayan Koster juga didampingi Pimpinan DPRD Provinsi Bali, Anggota DPR RI daerah pemilihan Bali, anggota DPD RI Dapil Bali, Bupati Buleleng dan Wakil Bupati Buleleng, Bupati Gianyar, Bupati Klungkung, Wakil Bupati Bangli, Wakil Bupati Karangasem, Wakil Walikota Denpasar, Majelis Desa Adat Bali, Rektor Institut Hindu Dharma Negeri Denpasar, serta tokoh agama dan tokoh masyarakat Bali.
Pada kesempatan itu rombongan Gubernur Koster diterima Menteri Dalam Negeri Prof. H.M. Tito Karnavian Ph.D., di Ruang Sidang Utama Gedung A, Kemendagri, Jakarta.
“Tujuan kami adalah untuk menyampaikan aspirasi masyarakat Bali mengenai Rancangan UU Provinsi Bali berupa dokumen draft dan Naskah Akademik Rancangan UU yang sudah disiapkan sejak setahun yang lalu, dan kami laporkan kepada Bapak Menteri sejatinya aspirasi ini sudah muncul 15 tahun yang lalu, dan kami laporkan juga bahwa tanggal 26 November yang lalu kami sudah audiensi ke Komisi II DPR RI, dilanjutkan ke Ketua DPD RI, dan kami bersyukur karena Komisi II DPR RI dan Ketua DPD RI memberikan respon yang sangat positif untuk mendukung usulan dari Provinsi Bali ini,” kata Koster.
Dalam kesempatan tersebut, Koster juga menyampaikan sejumlah poin dasar pertimbangan Rancangan UU Provinsi Bali, serta sistematika Rancangan UU Provinsi Bali yang terdiri dari 12 Bab dan 39 pasal.
Menanggapi hal itu, Mendagri merespon positif usulan tersebut, karena masih dalam kerangka NKRI dan tidak memberatkan dari segi anggaran, dengan mempertimbangkan untuk didorong pada Program Legislasi Nasional pada tahun 2020-2025.
“Oleh karena itu kajian akademik sudah lengkap, poin-poin yang menjadi koridor selama ini, masalah ke-NKRI-an, masalah anggaran, ini juga masih dalam koridor dan tidak bertentangan dengan filosofi dari Pemerintah Pusat, saya kira ini akan lebih mudah untuk didorong. Cuma untuk mendorongnya ini masuk dalam masalahnya sudah pasti itu tadi yang desebutkan sudah masuk dalam Proglenas di jangka menengah 2020-2025, itu sudah pasti,” kata Mendagri.
Mendagri juga menilai, usulan Rancangan UU tersebut jika ditinjau dari aspek hukum tepat untuk dilakukan mengingat UU yang dipakai Provinsi Bali dianggapnya tak lagi relevan dengan konstitusi.
“Kita juga melihat tidak aneh-aneh, malah banyak menguntungkan dan dilihat dari dasar hukum juga tidak sesuai, ini alasan yang sangat realistis saya kira. UU Provinsi Bali yang sekarang ada itu didasarkan pada UU Nomor 64 Tahun 1958 yang di situ didasarkan pada UU RIS (Republik Indonesia Serikat) Tahun ‘50, di mana Bali, NTT, NTB itu adalah negara bagian dari Negara Republik Indonesia Serikat. Sekarang sudah beda, negara kita adalah NKRI di bawah dasar negara Pancasila, UUD 1945. Nah, itu saya kira salah satu alasan perlu adanya UU tentang Provinsi Bali, di bawah NKRI dan UUD 1945,” jelasnya.
Tak hanya itu, menurut Mendagri, kekuasaan dan pengakuan terhadap pengembangan potensi budaya dan wisata juga menjadi salah satu alasan di balik Rancangan UU Provinsi Bali.
“Intinya adalah memberikan keleluasan dan pengakuan terhadap adanya dalam rangka pengembangan potensi wisata budaya. Kita tahu Bali adalah salah satu destinasi wisata di Indonesia dan sebagian besar PAD nya berasal dari wisata, itulah kekuatan untuk mendapatkan PAD, dan ini bukan hanya untuk Bali, juga berguna untuk secara nasional,” ujarnya.
Sejalan dengan hal itu, Mendagri juga melihat Rancangan UU Provinsi Bali akan memberikan ruang gerak untuk Otoritas Bali dalam mengembangkan potensi wisata budaya dan kearifan lokal untuk berkontribusi terhadap PAD maupun devisa negara.
“Kemudian memberikan ruang gerak yang lebih leluasa kepada Otoritas Bali untuk mengembangkan potensi budaya yang khas dan kearifan lokal, tetapi dalam rangka kebhinekaan, toleransi sesuai dengan semangat Pancasila dan UUD 1945. Ini saya kira hanya 39 pasal, tidak juga memberatkan keuangan negara, justru dengan adanya keleluasan itu justru turis lebih banyak datang sehingga akan memberikan kontribusi devisa, pajak, dan lain-lain untuk kepentingan bukan hanya Bali, tapi juga kepentingan daerah lain di Indonesia,” pungkasnya.(mp)