fbpx

Petani Desa Belatungan Tabanan Tanam Ribuan Kula-Kula

Tanaman Kula-Kula/Porang di Tanam Tumpang Sari di Kebun Kopi Warga Belatungan.

TABANAN, MEDIAPELANGI.com – Sejak akhir 2019 lalu, Petani di Desa Belatungan Kecamatan Pupuan, Kabupaten Tabanan, Bali mulai ramai memperbincangkan tanaman Kula-Kula atau Porang (amorphophallus mueleri blume).

Informasi yang kami himpun, kini hampir setiap petani sudah mulai mencoba membudidayakan puluhan bahkan ratusan tanaman Kula-Kula di kebunnya. Secara keseluruhan puluhan ribu tanaman Kula-Kula sudah ditanaman oleh warga  petani di Desa Belatungan.

Salah seorang petani I Wayan Sudiada asal Banjar Dajan Ceking,Desa Belatungan mengatakan, selama ini tanamam Kula-Kula dianggap tanaman liar tumbuh di hutan-hutan atau kebun kopi penduduk. Tananam Kula-Kula/Porang sepintas mirib dengan Tanamam Suweg (amorphophallus campanulatus forma hortensis), cuma karena sudah biasa warga Desa Belatungan dengan mudah membedakan antara Tanaman Kula-Kula dengan Suweg.

Kula-Kula atau Porang daunnya lebar, ujungnya runcing dan berwana hijau muda dengan batang halus dan berwarna belang-belang hijau putih. Pada setiap pertemuan cabang Kula-Kula terdapat  bubil warna coklat yang nantinya menjadi  bibit porang. Kula-Kula memiliki umbi.

Sedangkan Suweg daun kecil,ujung daun runcing dan berwarna hijau muda mengkilap. Kulit batang agak kasar dan berwarna belang-belang hijau dan putih. Bedanya dengan Kula-Kula tanaman Suweg setiap pertemuan cabang tidak memiliki bubil. Tanama Suweg memiliki umbi dan bisa dikonsumsi setelah direbus. Sedangkan umbi Kula-Kula menurut pengakuan masyarakat tidak bisa dikonsumsi langsung karena bisa membuat gatal.

Tanaman Kula-Kula mulai menjadi perbincangan di kalangan masyarakat Desa Belatungan karena umbinya mulai ada yang membeli. Informasi yang kami himpun sudah ada warga yang pernah menjual 1 kwintal dengan harga Rp 6000/per kilogram, tetapi umbi Kula-Kula tersebut bukan hasil budidaya, tetapi diperoleh dari tanaman liar di hutan.

Melalui media internet masyakarat Desa Belatungan pun gencar mencari informasi tentang Tanaman Kula-Kula. Sekarang mereka mulai mengetahui umbi Kula-Kula banyak dicari untuk di eksport ke beberapa negara seperti China, Australia dan Vietnam. Bahkan permintaan eksport umbi Kula-Kula mencapai belasan ribu ton. Konon umbi Kula-Kula diolah menjadi bahan baku kosmetik dan bahan pangan.

Dari informasi tersebut, masyarakat Desa Belatungan menjadi tertarik dan mulai membudidayakan secara luas dengan system tumpang sari di bawah tanaman kopi. Warga pun saling berbagi bibit dan sebagian masih menanam dengan sekala kecil-kecilan. Dari awal tanam Kula-Kula sudah bisa dipanen pada umur 3 tahun dan selanjutnya anakan akan tumbuh sendiri dan bisa panen setiap tahun.

Ketika ditanya soal nama “Kula-Kula”, Wayan Sudiada mengatakan nama itu sudah lumrah di Desa Belatungam sejak dulu, itu nama lokal disini, terangnya.

Informasi yang kami peroleh dari warga, setidaknya tahun 1957  nama Kula-Kula sudah akrab dikalangan masyarakat dan sudah dianggap “napet” sejak dulu (sudah ada sejak dulu walau tidak ada yang sengaja membudidayakan-Red) di hutan-hutan Desa Belatungan. Kula-Kula dan Suweg dikenali masyarakat karena bunganya sama-sama memiliki bau yang kurang sedap. Kula-kula bunganya agak panjang runcing sedangkan Suweg bunganya agak pendek. (mp/kr).

Penulis : I Made Nurbawa

Berita Terkait
error: Konten ini terlindungi.