
TABANAN, MEDIAPELANGI.com – Sebagai daerah agraris Kabupaten Tabanan memiliki potensi produksi minuman alkohol hasil destilasi alami terbanyak dan terbaik di Bali.
Menurut Made Ariadi praktisi dan pemerhati minuman beralkohol asal Desa Antosari, Kecamatan Selemadeg Barat, Kabupaten Tabanan Bali, saat ditemui Selasa, (17/3/2020), siang.
Ariadi mengatakan, trend baru dunia saat ini adalah “Natural Wine”, keluarnya Peraturan Gubernur (Pergub) Bali Nomor 1 tahun 2020 tentang Tata Kelola Minuman Fermentasi dan/Atau Destilasi Khas Bali, maka Kabupaten Tabanan berpeluang memproduksi Wine dengan bahan-bahan alami khas Tabanan.
Bahan-bahan alami itu bisa diolah dari tuak, beras atau buah lokal alami hasil produksi petani Tabanan yang berlimpah, potensi Tuak Aren alami saja di Tabanan mencapai lahan 500 Ha dengan produksi bisa mencapai 60 liter per petani dari ratusan petani yang ada di wilayah Kecamatan Penebel dan Pupuan. Hanya saja perlu dukungan pemerintah daerah mengatur tatakelolanya termasuk proses perijinan sehingga produksi minuman berakohol hasil destilasi lokal benar-benar bisa mengangkat kesejahteraan masyarakat, imbuhnya.
Ditanya soal produksi minuman akohol, Ariadi mengatakan Ijin produksi dikeluarkan dari Pusat, tetapi pemerintah saat ini tidak mengeluarkan ijin lagi, tetapi di Tabanan sudah ada perusahaan UMKM lokal yang mengantongi ijin produksi, ijin produksi saja belum cukup, pengusaha masih harus mengantongi ijin distribusi. Implementasinya Pergub Bali No. 1/2020 mengharuskan terbentuk pola kerjasama antara produsen dengan petani melalui wadah Koperasi. Misalnya petani Tuak Jake/Aren di desa-desa terlebih dahulu harus membentuk wadah Koperasi, selanjutnya Koperasi bekerjasama dengan industri yang telah mengantongi ijin produksi dan distribusi. Pola tersebut control tidak sulit dan mudah di pantau baik dari segi kualitas, tataniaga, pajak, termasuk potensi PAD bagi pemerintah daerah, jelasnya.
Lajut Ariadi, produksi minuman alkohol hasil destilasi alami sudah dibatasi oleh bahan baku yang berasal dari alam itu sendiri. Berapa produksi tuak, buah atau bahan lainnya yanga da di tingkat petani bisa dikotrol sejak dini misalnya dari luasan lahan. Tidak mungkin ada produksi akohol melimpah ditengah produki bahan baku yang lagi menurun, dan sebaliknya jika produksi akohol berlimpah ditengah bahan baku alami yang terbatas pasti bisa diduga menggunakan bahan-bahan sintetis. Jadi pola kontrol yang saling menguntungkan perlu dibangun sehingga visi dan misi Pergub No 1/2020 bisa tercapai, ungkapnya.
Soal pemasaran, Bali adalah pasar yang besar, peluang pasar akohol atau Wine Alami lokal cukup dibuka 20 % saja, sisanya 80% silahkan dipasok dari industri besar atau sumber-sumber lainnya. Peluang pasar 20 % itu sudah lumayan menggerakan perekonomian masyarakat lokal.
Tidak itu saja kedepan di Tabanan bisa dikembangkan Wisata Wine (Wine Tour) sehingga industri akohol hasil destilasi lokal tidak sekedar soal minuman keras (miras), tetapi juga memiliki demensi ekonomi kerakyatan, adat/budaya dan pelestarian alam sehingga torbosan ini benar-benar memberi dampak luas bagi pemerintah daerah dan masyarakat pedesaan khususnya petani yang ada di Tabanan. Semua perlu pengaturan dan harus dicoba sehingga kedepan Kabupaten Tabanan bisa menjadi barometer produksi Wine Alami yang diperhitungkan banyak kalangan, pungkas Ariadi. (mp/kr)