JAKARTA, MEDIAPELANGI.com – Jika dilihat kembali dari rentang kalender sejak pasien pertama diumumkan pada 2 Maret 2020, maka tujuh bulan wabah virus corona telah mencengkeram di Indonesia.
Entah kapan wabah ini akan berakhir. Tak satupun pihak bisa memastikannya setelah beragam prediksi dan perkiraan–dengan analisis angka-angka–ternyata meleset.
Bahkan analisis dan perkiraan dari pihak-pihak di luar negeri juga tidak terbukti. Hal itu menambah situasi berakhirnya pagebluk ini tidak pasti.
Apalagi grafik harian mengenai pertambahan pasien baru juga terus baik. Data harian memang fluktuatif; kadang turun tetapi sering naik dan secara kumulatif naik terus.
Simak data pertambahan pasien positif dalam 10 hari terakhir. Pada Kamis (17/9) bertambah 3.635 pasien, Jumat (18/9) 3.891, Sabtu (19/9) 4.168, Ahad (20/9) 3.989, Senin (21/9) 4.176, Selasa (22/9) 4.071, Rabu (23/9) 4.465
Kamis (24/9 4.634, Jumat (25/9) 4.823 dan
Sabtu (26/9) 4.494 kasus.
Dengan pertambahan 4.494, virus corona (COVID-19) telah menginfeksi 271.339 penduduk negeri ini sejak diumumkan 2 Maret 2020 atau tujuh bulan lalu. Dari jumlah itu, 61.628 orang masih menjalani perawatan di rumah sakit maupun isolasi mandiri dan 10.308 meninggal dunia.
Tetapi–jangan lupa–meskipun belum ada vaksinnya, jumlah pasien sembuh dari hari ke hari terus bertambah. Jumlah yang sembuh hingga Sabtu sudah hampir 200 ribu, tepatnya 199.403 orang atau sekitar 72 persen.
Masih Tinggi
Pertambahan kasus positif juga masih terjadi di DKI Jakarta. Pada Sabtu, kasus positif terpapar COVID-19 di Ibu Kota menembus angka 70.184 setelah mengalami pertambahan sebanyak 1.257 kasus.
Namun jumlah pasien sembuh dari paparan COVID-19 di Jakarta juga terus meningkat. Pada Sabtu bertambah 998 orang sehingga jumlah pasien sembuh telah sebanyak 55.350 orang.
Jumlah pasien sembuh tersebut adalah sekitar 78,9 persen dari total kasus positif sebanyak 70.184 orang. Sebanyak 13.155 orang masih dirawat/isolasi serta 1.679 meninggal dunia.
Persentase rata-rata kasus positif berdasarkan jumlah tes (positivity rate) COVID-19 selama sepekan terakhir di Jakarta setelah perkembangan kasus pada Sabtu sebesar 10,9 persen. Sedangkan persentase kasus positif secara total sebesar 7,8 persen.
Batas persentase yang ditetapkan oleh Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) tidak lebih dari lima persen untuk masuk dalam kategori suatu kawasan aman.
Angka-angka itu menunjukkan bahwa penularan virus yang bermula dari Wuhan (China) itu masih terjadi secara masif. Bahkan sejak tujuh bulan lalu.
Dari tujuh bulan selama wabah ini, enam di antaranya masyarakat Jakarta hidup di bawah Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB) sejak 10 April. Kemudian diperpanjang beberapa kali hingga akhir Mei 2020.
PSBB Lagi
Mulai Juni memasuki tahap PSBB transisi hingga Juli 2020 dengan pelonggaran berbagai aktivitas publik seperti transportasi umum, tempat wisata dan pusat perbelanjaan.
Namun, pelonggaran itu memicu kenaikan jumlah pasien padahal selama PSBB penularan diklaim bisa landai dan terkendali.
Naiknya angka kasus positif–bahkan dalam beberapa pekan terakhir mencapai lebih 1.000 per hari–menjadi alasan kuat bagi Pemerintah Provinsi DKI Jakarta kembali menarik “rem darurat”. Yakni PSBB selama dua pekan sejak 14 September 2020.
Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan telah memperpanjang kembali PSBB di Jakarta hingga 11 Oktober 2020. Perpanjangan selama dua pekan itu dilakukan karena masih berpotensi terjadinya kenaikan angka kasus positif COVID-19 jika pelonggaran diberlakukan.
Kebijakan memberlakukan PSBB secara ketat untuk kedua kalinya sejak 14 September 2020 dinilai berhasil menekan pertambahan kasus COVID-19 di DKI Jakarta.
“Pelandaian grafik kasus aktif bukanlah tujuan akhir. Kita masih harus bekerja bersama memutus rantai penularan,” kata Anies Baswedan.
Angka-angka harian kasus positif COVID-19 di Jakarta masih tinggi. Grafik hariannya fluktuatif–kadang naik kadang turun–tetapi secara umum jumlah kasus naik setiap hari.
Meski angka kenaikan masih tinggi dan potensi kenaikan juga tinggi, tetapi dengan PSBB diyakini angkanya segera melandai. Terlihat ada kecenderungan terjadi perlambatan.
Pelambatan tersebut, kata Anies, belum tuntas karena kasus aktif masih rentan kembali melonjak. Karena itu, pengetatan PSBB perlu terus dijalankan lebih lama dengan penegakan protokol kesehatan, yakni 3M (Memakai masker, Menjaga jarak dan Mencuci tangan) yang semakin kuat.
Imbas PSBB
Dengan diberlakukan kembali PSBB, maka aktivitas publik termasuk ekonomi yang mulai menggeliat saat dua bulan PSBB transisi ditarik lagi ke situasi mulai 10 April 2020. Pengetatan dilakukan gabungan aparat keamanan melalui Operasi Yustisi.
Sebagai pusat perekonomian nasional, pemberlakuan PSBB di Jakarta tentu sangat berdampak, bukan saja terhadap daerah penyangga yang juga sedang menghadapi wabah. Tetapi juga secara nasional.
Aktivitas bisnis dan jasa nasional masih banyak sekali yang dikendalikan dari Jakarta. Pemegang modal di Indonesia umumnya juga masih tinggal di Jakarta dan sekitarnya.
Pengetatan aktivitas di Jakarta tentu berpengaruh terhadap aktivitas ekonomi dan jasa yang ada ada daerah. Saat awal PBB pada 10 April 2020, operasional penerbangan komersial dari Bandara Soekarno-Hatta dan Halim Perdanakusuma sempat tutup karena orang menunda perjalanan bisnis, dinas maupun wisata.
Hal itu tentu berimbas terhadap bandara di berbagai daerah. Dua bandara yang berhenti, tetapi semua bandara terdampak.
Begitu juga kereta api dan angkutan bus antarkota antarprovinsi (AKAP) dari Jakarta berhenti operasi. Dampaknya semua angkutan darat ke Jawa dan Sumatera juga terdampak.
Saat diberlakukan PSBB transisi mulai Juni 2020, aktivitas ekonomi di Jakarta dan sekitarnya kembali menggeliat kendati belum bisa pulih.
Dampaknya juga terasa di berbagai daerah karena sarana mobilitas, baik kendaraan pribadi dan transportasi publik ke maupun dari Jakarta ada pelonggaran.
Tak Mudah
Kini diberlakukan lagi PSBB yang berarti pelonggaran aktivitas publik dibatasi kembali demi menekan dan memutus rantai penyebaran virus corona. Tentu bukan perkara mudah untuk membuat masyarakat kembali mengerem aktivitasnya yang sudah terlanjur longgar.
Karena itu, kegiatan pendisiplinan terhadap protokol kesehatan oleh aparat gabungan kini digencarkan melalui Operasi Yustisi. Dalam dua pekan PSBB, ratusan orang, tempat usaha dan perusahaan telah dikenai sanksi.
Sanksinya juga beragam. Dari denda, membersihkan sarana umum hingga penutupan sementara. Tujuan dari pendisiplinan itu untuk menghentikan atau mengendalikan penularan virus corona.
Tak sedikit negara yang telah berhasil menghentikan dan mengendalikan virus corona dengan menerapkan disiplin terhadap protokol kesehatan. Juga penegakan hukum yang tegas dan konsisten.
Sampai saat ini penghentian dan pengendalian virus corona seperti sebuah ujian bagi setiap negara. Cepat atau lambat menyelesaikannya sangat tergantung kemampuan masyarakat dan aparat untuk mewujudkan disiplin protokol kesehatan.
Bagaimana Indonesia? Cepat atau lambat sangat tergantung masyarakat dan aparat dalam menyatukan gerak dan narasi menghadapi wabah ini.
Tak seorang merasa nyaman harus terus-menerus menggunakan masker; kadang gerah, kadang juga agak sesak. Tetapi itu adalah bagian penting dalam tahap penghentian penularan virus ini sehingga–mau tidak mau–harus dijalani bersama.(ant)