TABANAN, MEDIAPELANGI.com – Tahapan Pemilihan Bendesa Adat Bedha memasuki tahap penetapan Bakal Calon Bendesa Adat yang memenuhi syarat.
Penetapan ini berdasarkan Berita Acara Hasil penelitian kelengkapan dan keabsahan administrasi Bakal Calon Bendesa Adat, Jumat (2/4/2021).
Dari tiga pendaftar dua calon kelengkapan dan keabsahan berkas administrasi dinyatakan memenuhi syarat. Kedua calon yang ditetapkan yakniI Gusti Putu Arnawadi dan I Nyoman Surata yang juga calon petahana.
Sementara satu calon lainnya yakni I Ketut Sutama dinyatakan gugur karena tidak memenuhi dua persyaratan administrasi. Yakni tidak merangkap jabatan di desa dinas dan menduduki posisi sebagai pengurus partai politik.
Di Desa Bengkel dia terhitung sebagai Sekretaris Badan Permusyawaratan (BPD). Sedangkan di partai politik, Sutama tercatat sebagai Bendahara PAC PDIP Kecamatan Kediri.
Sutama yang dinyatakan gugur di kesempatan itu menyatakan legowo. Namun yang mengagetkan, Arnawadi yang telah diputuskan sebagai calon tetap bersama Nyoman Surata justru menolak penetapan tersebut.
Bahkan, penolakan itu disampaikan langsung di hadapan para kelian banjar adat yang hadir dalam pengumuman di pelataran luar Pura Puseh Luhur Bedha. Dia menyebutkan soal regulasi atau aturan serta pembentukan kepanitiaan sebagai alasannya.
“Ini masalah regulasi. Dari proses pembentukan panitia dan sebagainya perlu ada transparansi. Bila saya baca dari pararem dan perda, (pemilihan bendesa) ini terkesan mecocok-cocokan,” tegas Arnawadi.
Menurutnya, regulasi pembentukan kepanitiaan pemilihan bendesa adat sudah salah. Bagi Arnawadi, kepanitiaan yang ada sekarang harusnya mewakili seluruh banjar adat yang ada di lingkungan Desa Adat Bedha.
Kemudian, ruang sosialisasi sama sekali tidak ada. Sebagai calon tetap, dia merasa tidak mendapatkan ruang tersebut. Lain halnya dengan calon petahana, tanpa kampanye, sudah diketahui.
Selanjutnya terkait proses pemilihan nanti. Yang secara jelas disebutkan akan dilaksanakan melalui mekanisme musyawarah mufakat. “Proses pemilihan musyawarah mufakat ,” sambungnya.
Ini dia kaitkan dengan keterwakilan Banjar Adat Cengolo yang menjadi daerah asalnya. Di banjar adatnya kurang lebih terdapat 250 kepala keluarga atau KK. Artinya dalam proses pemilihan nanti, 250 KK di banjar adatnya akan diwakili satu kelian adat selaku pemegang hak suara.
“Kalau begitu gampang mau maju. Mau menang. Gampang itu. Melokalisasi jumlah kelian (banjar adat) cuma 38,” ujarnya.
Dalam tatanan organisasi, kata dia, bila pola pemilihan mengadopsi pembentukan formatur sebagai pimpinan sidang, lantas nantinya siapa yang akan menjadi formaturnya.
“Siapa yang akan jadi pimpinan sidang, dan itupun harus diadopsi dari masing-masing banjar adat sebagai perwakilan. Tidak boleh panitia menjaring calon, panitia yang melakukan proses pemilihan. Ini kan juri jadi pemain. Kan tidak boleh (begitu),” pungkasnya.
Terkait penolakan itu, pihak panitia tetap pada argumentasi mereka. Bahwa, proses dan tahapan-tahapan pemilihan bendesa adat yang sedang berjalan sudah sesuai mekanisme. Baik dari sisi pararem maupun petunjuk teknis atau juknis yang diberikan Majelis Desa Adat (MDA) Provinsi Bali.
Ketua Panitia Pemilihan Bendesa Adat Bedha, I Wayan Sudana. Bahkan dia menegaskan bahwa proses pembentukan kepanitiaan sudah mengacu pada juknis MDA. Minimal tiga orang dan maksimal sembilan orang.
“Panitia itupun sudah dibuat dan disepakati yang hadir (dalam pembentukan). Terutama kelian banjar adat yang terdiri dari 38 dan prajuru lainnya. Kami sudah mengantisipasinya. Karena Desa Adat Bedha ini luas, terdiri dari 38 banjar adat, maka kami mengambil susunan kepanitiaan terbesar. Sembilan orang,” tegasnya.
Panitia memastikan bahwa proses pemilihan akan dilaksanakan pada 17 April 2021. Itupun dengan mekanisme musyawarah mufakat.
“Tidak ada pemungutan suara. Ini sudah ditegaskan Majelis Desa Adat. Jangan sampai ada voting-votingan. Yang ada musyawarah mufakat dengan asas menyama braya paras paros selulung sebatan take ,” pungkas Sudana.(mp)