SEMARANG, MEDIAPELANGI.com – Kementerian Agraria dan Tata Ruang/Badan Pertanahan Nasional (ATR/BPN) meminta pemerintah daerah segera menyusun serta mengesahkan Rancangan Peraturan Daerah tentang Tata Ruang menjadi perda seiring dengan Peraturan Pemerintah 21 Tahun 2021 tentang Penyelenggaraan Penataan Ruang.
Hal tersebut disampaikan Direktur Jenderal Tata Ruang Abdul Kamarzuki usai Sosialisasi Kebijakan Peraturan Pemerintah No. 21/2021 tentang Penyelenggaraan Penataan Ruang di Semarang, Selasa.
“Keberadaan PP ini dapat segera ditindaklanjuti pemerintah daerah lewat peraturan daerahnya. Belum banyak daerah yang ikut menyelaraskan Perda Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) dengan PP No. 21/2021 ini,” kata Abdul Kamarzuki.
Ia menyebutkan salah satu terobosan di bidang tata ruang adalah kesesuaian kegiatan pemanfaatan ruang (KKPR) yang memiliki fungsi menggantikan izin lokasi, serta menggantikan berbagai izin pemanfaatan ruang (IPR) untuk membangun dan pengurusan tanah.
Bagi daerah yang telah memiliki rencana detail tata ruang (RDTR), lanjut dia, pelaku usaha maupun non usaha dapat menggunakan mekanisme konfirmasi KKPR. Namun, jika daerah tersebut belum memiliki RDTR, dapat menggunakan persetujuan KKPR.
“Salah satu terobosan yang diatur oleh PP ini adalah rencana tata ruang yang dijadikan sebagai single reference untuk dasar perizinan KKPR,” ujarnya.
Perubahan pola pikir itu, kata dia, perlu karena PP 21/2021 yang memuat terobosan-terobosan penataan ruang terutama adanya penyederhanaan proses perizinan berusaha dengan adanya KKPR.
“Undang-Undang Cipta Kerja dan PP 21/2021 bertujuan membenahi iklim ekosistem investasi dan kegiatan berusaha baik di wilayah maupun di daerah. Bentuk perbaikan ekosistem investasi salah satunya adalah penyederhanaan persyaratan dasar perizinan berusaha,” katanya.
Selain itu, UU Cipta Kerja juga mengamanatkan untuk mengintegrasikan tata ruang laut dan darat menjadi satu, salah satunya dengan integrasi RZWP-3-K ke dalam RTRW provinsi yang diharapkan tidak akan ada produk tata ruang yang berjalan sendiri-sendiri sehingga tumpang-tindih perizinan pun dapat dihindari.
Sebelum PP ini dibentuk, menurut dia, jangka waktu penyusunan dan penetapan rencana tata ruang tidak dibatasi sehingga terdapat daerah-daerah yang tertinggal karena penyusunannya memakan waktu yang sangat lama.
Oleh karena itu, PP ini menetapkan jangka waktu untuk penyusunan RTRW paling lama 18 bulan, sedangkan RDTR paling lama 12 bulan.
“Hal ini dilakukan pemerintah pusat sebagai dorongan untuk pemerintah daerah agar setiap daerah memiliki RTR masing-masing sehingga dapat melaksanakan mekanisme KKPR dan mempercepat investasi yang masuk ke daerah tersebut,” ujarnya.(ant)