JAKARTA, MEDIAPELANGI.com – Badan Reserse Kriminal (Bareskrim) Polri menelusuri dan memburu pemilik akun YouTube TriDatu. Akun tersebut pertama digunakan untuk menyebarkan ceramah Yahya Waloni yang diduga mengandung unsur penistaan agama.
Dalam ceramah itu, Yahya Waloni menyebut bahwa injil sebagai hal yang fiktif. Atas dasar itu kemudian dia ditetapkan sebagai tersangka dan ditangkap.
“Masih didalami apakah akun itu milik dia atau orang lain,” ujar Kepala Bagian Penerangan Umum (Kabag Penum) Polri Kombes. Pol. Dr. Ahmad Ramadhan, S.H., M.H., M.Si., Rabu (1/9/21).
Kabag Penum mengatakan, dalam kasus ini pihaknya baru menetapkan seorang tersangka. Dia adalah Yahya Waloni, sosok yang terekam gambar dalam ceramah di vidio tersebut, meski demikian pemilik akun YouTube TriDatu belum diketahui. Penyidik masih terkendala melakukan pemeriksaan Yahya Waloni sebagai tersangka karena kondisi kesehatannya.
Tersangka saat ini tengah mendapat perawatan di Rumah Sakit Polri, Kramat Jati karena mengeluhkan sesak nafas usai ditangkap polisi pada Kamis (26/8/21) lalu.
“Saat ini kan yang bersangkutan masih di rumah sakit. Nanti kami akan update perkembangan kasus Yahya Waloni,” jelasnya.
Sebagai informasi, terhitung sudah lima hari Waloni mendapat perawatan. Meski demikian, kondisi kesehatannya diklaim terus membaik oleh tim dokter, Rumah Sakit Polri menyatakan dalam waktu dekat akan memulangkan tersangka kasus dugaan penistaan agama itu kepada Bareskrim sehingga proses hukum dalam dilanjutkan. Namun, belum diketahui kapan pastinya pemulangan itu akan dilakukan.
“Dalam waktu dekat akan dikembalikan ke penyidik. Menunggu koordinasi dari penyidik Polri untuk tindak lanjutnya,” ujar Kepala Rumah Sakit Polri Kramat Jati, Selasa (31/8/21).
Dalam kasus dugaan penistaan agama ini, Yahya Waloni sudah berstatus sebagai tersangka sejak Mei 2021 lalu. Namun ia baru ditangkap pada Agustus. Kasus ini bermula dari laporan yang dibuat oleh Komunitas Masyarakat Cinta Pluralisme pada Selasa, (27/4/21).
Yahya Waloni dipersangkakan melanggar Pasal 28 ayat (2) jo Pasal 45a ayat (2) UU ITE atau Pasal 156a KUHP. Tersangka terancam penjara hingga enam tahun.[*]