TABANAN, MEDIAPELANGI.com – Dengan di berlakunya Undang-Undang Cipta Nomor 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja berimbas terhadap peraturan daerah atau perda yang berlaku di jenjang pemerintahan kabupaten/kota.
Hal ini tentunya memberi dampak perubahan yang mesti disertai dengan penyesuaian. Semisal aturan-aturan yang berkaitan dengan investasi atau izin usaha. Salah satunya mengenai Izin Mendirikan Bangunan (IMB) yang kini digantikan dengan Persetujuan Bangunan Gedung (PBG).
Konsekwensi berlakunya undang-undang tersebut kemarin didadarkan dalam rapat kerja (raker) antara Komisi I DPRD Tabanan dengan sejumlah organisasi perangkat daerah atau OPD terkait. Salah satunya Dinas Penanaman Modal dan Pelayanan Perijinan Terpadu Satu Pintu (PMPTSP) Tabanan.
Dalam rapat kerja tersebut, beberapa perizinan yang mesti disesuaikan dengan ketentuan undang-undang tersebut di antaranya Izin Mendirikan Bangunan (IMB) yang bersinggungan dengan retribusi termasuk Rencana Tata Ruang dan Wilayah (RTRW).
“Jangan dulu bahas usaha yang besar-besar. Orang yang mau bikin izin usaha kecil-kecilan bisa terganggu pelayanannya. Kalau tidak dapat pelayanan rencana mereka buka usaha bisa mengambang,” jelas Ketua Komisi I DPRD Tabanan, I Putu Eka Putra Nurcahyadi, saat Rapat Kerja dengan Asisten I, Kepala Dinas PUPRPKP, Kepala Dinas PMPTSP, Kepala Bagian Hukum & HAM, Jumat (15/10/2021).
Sebagai gambaran, saat ini IMB sudah tidak berlaku lagi. Penggantinya adalah Persetujuan Bangunan Gedung (PBG). Berlakunya persetujuan itu merujuk pada Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 16 Tahun 2021 tentang Peraturan Pelaksanaan Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2002 tentang Bangunan Gedung.
“Kalau dulu pakai IMB. Itu pakai persetujuan pendamping, kemudian perbekel, nah yang sekarang (PBG) tidak. Perubahan dari IMB ke PBG ini berbasis risiko. Sistemnya sekarang terintegrasi dengan Perda Tata Ruang. Kalau peruntukannya oke, tidak masalah. Kemudian harus ada kajian risiko dari tim di Dinas PU. Nah tim ini juga belum ada,” bebernya.
Perubahan ini, sambung dia, tentu akan berpengaruh terhadap warga yang hendak mengurus peizinan. Khususnya IMB. Bahkan sejak 2 Agustus 2021 lalu proses yang berkaitan dengan IMB mengambang. Karena dengan sistem yang terintegrasi, daerah tidak boleh lagi memungut retribusi.
“Di satu sisi, kalau menunggu Perda Retribusi PBG, ini rujukan regulasi baru, harus menunggu perda itu dibuat dan ditetapkan. Selanjutnya menyiapkan tim teknis. Belum lagi Perda Tata Ruang. Ini bisa membuat proses mengurus izin mengambang. Akan ada kendala ke pelayanan publik lainnya yang merujuk pada undang-undang baru,” sebutnya.
Karena itu, pihaknya menegaskan agar apapun kondisinya, pelayanan perizinan kepada masyarakat, harus tetap berjalan. “Kalau memang persoalannya tidak boleh memungut retribusi, karena sistem baru sifatnya terintegrasi, ya jangan pungut retribusi,” tukasnya.
Sementara itu, pihak Dinas PTMPTSP memberikan penjelasan bahwa proses perizinan saat ini mulai tersentralisasi secara nasional. Sehingga pemerintah daerah harus melakukan penyesuaian. Terutama pada IMB.
Sejauh ini, agar layanan perizinan bisa berjalan, diskresi dilakukan dengan merujuk pada aturan atau undang-undang yang lama. Ini terpaksa diterapkan agar pelayanan perizinan tetap berjalan.
Dengan demikian, masyarakat yang mengurus izin memperoleh kepastian. Dan di sisi lain, implikasi dari aturan baru ini yang berkaitan dengan retribusi. Adakah keberanian dari pemerintah daerah untuk tidak memungut retribusi.
“Yang jelas dalam pertemuan kami meminta agar pelayananan tetap jalan dan segera melakukan penyesuaian aturan-aturan,” sebutnya.[*]