DENPASAR, MEDIAPELANGI.com – Gubernur Bali, Wayan Koster berkesempatan bertatap muka dengan Majelis Desa Adat (MDA) Provinsi, Kabupaten dan Kecamatan se-Bali dalam acara Pasamuhan Agung II MDA di Gedung Wiswa Sabha Utama, Kantor Gubernur Bali, Rabu (Buda Umanis Julungwangi), 27 Oktober 2021, usai Gubernur Bali menghadiri acara Penyerahan Kredit Mesari Pada Klaster Pangan Bank BPD Bali di Amed, Purwakerthi, Karangasem.
Dalam arahannya di depan peserta Pasamuhan Agung II MDA, Gubernur Wayan Koster menyampaikan bahwa kesempatan bertemu langsung dengan jajaran MDA Provinsi, Kabupaten dan Kecamatan adalah momen langka, karena situasi pandemi Covid-19 yang telah berlangsung satu setengah tahun membatasi kegiatan tata muka.
Gubernur Koster menegaskan bahwa memperkuat adat, budaya dan kearifan lokal menjadi prioritas pertama. Karena adat istiadat merupakan modal utama dalam pembangunan Bali. Secara esensial, prioritas ditujukan pada penguatan 1.493 Desa Adat yang menjadi warisan leluhur (Ida Bhatara Mpu Kuturan, red).
Semua yang menjadi pengurus Majelis Desa Adat diharapkan harus paham betul, secara lahir dan bathin, serta secara utuh tentang Desa Adat karena ada unsur niskalanya. Kalau mau jadi pengurus, sejak awal harus sadar sesadar-sadarnya, punya niat baik, luhur dan lurus, karena yang bersangkutan membawa misi mulia dari para leluhur (Ida Bhatara Mpu Kuturan, red). Seorang prajuru juga harus menunjukkan perilaku yang arif, bijak, tegakkan yang belum tegak, luruskan yang bengkok dan membenahi yang belum baik. Bukan sebaliknya, membuat keruh suasana hingga memicu perpecahan.
Pemprov Bali terus mendorong penguatan, pembenahan atau perbaikan Desa Adat. Langkah itu telah diawali dengan lahirnya Perda Nomor 4 Tahun 2019 tentang Desa Adat di Bali. Untuk bisa meloloskan Perda ini, butuh waktu yang panjang dan tidak gampang, banyak yang skeptis dan pesimis. Saya turun langsung mengawal Perda ini, hingga akhirnya lolos di Kemendagri.
Setelah jadi, Perda ini menjadi acuan bagi sejumlah daerah untuk merancang regulasi serupa. Meski Perda ini banyak dicontoh daerah lain, tapi substansi Desa Adat di Bali berbeda dengan daerah lain. Desa Adat Kita di Bali lengkap sekali, ibarat entitas negara yang paling kecil. Punya rakyat, punya organisasi legislasi untuk merancang aturan, ada hukumnya dalam bentuk Saba Desa, Awig-awig dan Pararem. Ini sebuah karya yang luar biasa, kalau kita tak bisa menjalankan, kualat dan keterlaluan namanya. Ini yang harus dihayati dan betul-betul dipahami secara utuh, bukan untuk gaya-gayaan.
Selain membuat regulasi, untuk mendorong penguatan Desa Adat, Pemprov Bali juga mengucurkan bantuan sebesar Rp 300 juta untuk 1.493 Desa Adat yang tersebar di seluruh Bali. Menyesuaikan dengan pendapatan daerah, Gubernur berkomitmen untuk terus meningkatkan jumlah bantuan untuk Desa Adat mengingat perannya yang sangat strategis. Sejalan dengan itu, Pemprov Bali di bawah kepemimpinan Gubernur Bali, Wayan Koster juga membangun Kantor MDA Provinsi dan Kabupaten/Kota yang dananya diperoleh dari CSR di BUMN. Saat ini, Gubernur juga tengah menyurati sejumlah pimpinan BUMN agar masing-masing MDA dibantu kendaraan operasional.
Sejalan dengan keseriusannya dalam penguatan Desa Adat, Gubernur juga berharap keseriusan dan konsistensi seluruh pengurus MDA mulai dari tingkat Provinsi, Kabupaten/Kota, Kecamatan hingga Desa. Seluruhnya harus tegak lurus, jangan ada yang ‘kangin kauh’. MDA Provinsi diharapkan menjadi panutan bagi MDA Kabupaten/Kota dan level di bawahnya. Oleh sebab itu, MDA Provinsi harus diisi orang-orang yang berpengalaman. Ingat, MDA ini adalah Majelis, bukan organisasi biasa, apalagi ormas yang hanya gaya-gayaan. Ini majelis, apa yang dilakukan akan jadi panutan dan tuntutan. MDA juga harus tetap berkoordinasi dengan Desa Dinas, keharmonisan harus terbangun, jangan ekslusif. Desa Adat dan Dinas sama-sama mengurus masyarakat.
Untuk mengakselerasi program prioritas sebagai penjabaran Visi Nangun Sat Kerthi Loka Bali melalui Pola Pembangunan Semesta Berencana menuju Bali Era Baru, seluruh ASN Pemprov Bali telah diturunkan ke Desa dalam wadah Tim Desa Kerthi Bali Sejahtera (KBS). Tim ini nantinya akan aktif turun ke Desa, baik Desa Adat maupun Dinas untuk membumikan Visi Nangun Sat Kerthi Loka Bali dan mengaselerasi program prioritas.
Salah satu contoh program yang hingga saat ini belum berjalan optimal adalah Peraturan Gubernur Bali Nomor 80 Tahun 2018 yang salah satunya mengamanatkan penggunaan Aksara Bali pada papan nama pura, jalan dan fasilitas umum lainnya. Sudah tiga tahun Pergub ini ada, tapi di beberapa Desa belum dilakukan dengan baik. Padahal sejumlah pengelola hotel sudah mengikuti Pergub ini dengan tertib. Bendesa Adat harusnya bisa lebih tertib lagi. Kita harus bangga dengan Aksara Bali, karena tidak semua negara punya. Ini merupakan bukti bahwa Bali memiliki peradaban yang kuat. Kalau sekarang kita tinggalkan dan tidak kita pakai, itu namanya kebangetan.
Sebagai penutup, Gubernur Bali, Wayan Koster mengajak seluruh pengurus MDA hingga Bendesa Adat untuk ikut serta memahami dan mengimplementasikan sejumlah regulasi yang dikeluarkan, seperti 1). Peraturan Gubernur Bali Nomor 99 Tahun 2018 tentang Pemasaran dan Pemanfaatan produk Pertanian, Perikanan dan Industri Lokal Bali bertujuan mengurangi ketergantungan Bali pada produk luar. Apa yang tumbuh di alam kita, itu sumber kehidupan kita. Sebagaimana prinsip dari Ekonomi Kerthi Bali, kita kembali ke alam, memanfaatkan sarin gumi.
Sehingga perekonomian masyarakat akan berputar di desa itu, sesuai prinsip Tri Sakti Bung Karno ‘Mandiri Secara Ekonomi’. 2). Peraturan Gubernur Bali Nomor 24 Tahun 2020 tentang Perlindungan Danau, Mata Air, Sungai, dan Laut. Pergub ini dimaksudkan untuk mewujudkan lingkungan yang bersih sehingga masyarakat Bali menjadi sehat; dan 3). Peraturan Gubernur Bali Nomor 97 Tahun 2018 tentang Pembatasan Timbulan Sampah Plastik Sekali Pakai; serta 5). Peraturan Gubernur Bali Nomor 47 Tahun 2019 tentang Pengelolaan Sampah Berbasis Sumber yang dimaksudkan untuk menjaga alam Bali tetap bersih dan lestari. [*]