TABANAN, MEDIAPELANGI.com – Pernyataan Majelis Desa Adat (MDA) agar penegak hukum hati-hati dalam menangani dugaan korupsi lembaga perkreditan desa (LPD) tampaknya bertepuk sebelah tangan. Buktinya, Kejaksaan Negeri (Kejari) Tabanan mencueki pernyataan itu, dan menegaskan tetap memproses hukum dugaan korupsi, utamanya yang saat ini sedang ditangani, yakni LPD Sunantaya, Penebel.
Kajari Tabanan Ni Made Herawati, Selasa, 14 Desember 2021 menegaskan pihaknya mengaku telah menyimak pernyataan dari masyarakat adat terkait kehati-hatian penegak hukum dalam menangani penyalahgunaan wewenang yang dilakukan pengelola LPD.
Alasan pihak MDA sebelumnya, dana di LPD bukan seluruhnya dari uang negara, melainkan ada dana masyarakat, sehingga bila ada penyalahgunaan maka diselesaikan secara adat. Tidak langsung ke hukum positif.
“Kami sudah menyimak aspirasi atau pendapat dari komponen masyarakat. Khususnya masyarakat adat. Keuangan LPD masih menjadi perdebatan apakah masuk ke lingkup keuangan negara atau tidak,” aku Herawati didampingi Kasi Intel Kejari Tabanan, Pande Putu Wena Mahaputra, dan Kasipidsus, Ida Bagus Widnyana.
Walau begitu, lanjut Herawati, pihaknya menegaskan bahwa proses hukum yang dilakukan pihaknya atas penyimpangan dana LPD ada dasarnya. Dia menegaskan, dana yang masuk ke LPD yang bersumber dari APBD Provinsi Bali baik sebagai modal awal, maupun dana yang dikelola, masuk ranah keuangan negara. Sehingga, kalau ada penyimpangan dana tersebut, maka dikategorikan sebagai korupsi.
Ida Bagus Widnyana mengatakan, dalam menangani kasus ini adanya KUHAP. Juga lantaran adanya putusan-putusan perkara serupa sebelumnya yang bisa menjadi yurisprudensi.
“Putusan tersebut menempatkan modal awal yang masuk ke LPD serta uang yang dikelola sudah masuk ke lingkup keuangan negara,” terang Gus Widnyana.
Apalagi terkait LPD Sunantaya, perkara sebelumnya yang menjerat mantan ketua LPD Sunantaya, I Gede Ketut Sukerta sudah in kracht atau berkekuatan hukum tetap.
“Dalam perkara sebelumnya, mantan Ketua LPD, I Gede Ketut Sukerta, dinyatakan sudah terbukti dan dieksekusi. Artinya sudah incraht. Begitu juga dengan beberapa perkara lainnya seperti LPD Batungsel dan Belumbang,” tandas dia.
Widnyana mengakui, dalam persidangan soal unsur kerugian keuangan negara menjadi perdebatan utama antara penuntut umum dan penasihat hukum terdakwa. Namun, putusan majelis hakim membuktikan bahwa kasus LPD masuk kerugian keuangan negara.
Melihat kondisi ini, Herawati mengatakan, kasus LPD Sunantaya jalan terus. Saat ini sudah menetapkan dua tersangka, yakni mantan bendesa adat Sunantaya yang juga pengawas/ panureksa LPD Sunantaya, I Gede Wayan Sutarja dan mantan sekretaris LPD Sunantaya Ni Putu Eka Swandewi.
Sekadar diketahui, Sutarja adalah mantan anggota DPRD Tabanan dari PDIP. Sutarja diduga merugikan keuangan negara sekitar Rp1,1 miliar. Sedangkan Eka Swandewi sekitar Rp226,2 juta. [MP]