JAKARTA, MEDIAPELANGI.com – Kwartir Nasional Gerakan Pramuka menyusun petunjuk penyelenggaraan tentang Peraturan Perlindungan Bagi Anggota Gerakan Pramuka atau Safe from Harm (SfH). Perlindungan tersebut dari praktik-praktik perundungan (bullying), pelecehan seksual, kekerasan fisik, kekerasan verbal, pengabaian/penelantaran, serta potensi berbahaya dalam jaringan seperti perundungan dunia maya, pencurian data, dan informasi palsu (hoaks).
Wakil Ketua Kwartir Nasional (Kwarnas) Pramuka/Ketua Komisi Kerja Sama Luar Negeri Kak Ahmad Rusdi menjelaskan bahwa sebagai organisasi pendidikan, Gerakan Pramuka harus memastikan bahwa semua pelaksanaan kegiatannya tidak membahayakan peserta didik. Dalam latihan kepramukaan di alam terbuka dan jauh dari orang tua, mereka harus aman dan terlindungi sehingga masyarakat percaya kepada Gerakan Pramuka.
“Kwarnas ingin melindungi pramuka dimanapun berada dari bahaya perundungan, pelecehan seksual, penelantaran dan lainnya,” kata Kak Ahmad Rusdi dalam keterangan tertulis pada 16 Desember 2021. Kelompok Kerja SfH Kwarnas membahas rancangan petunjuk penyelenggaraan tersebut berdasarkan masukan dari berbagai pihak. Salah satunya dari Amandemen Konsitusi World Organization of Scout Movement (WOSM) 2021 Perihal Safe From Harm dan masukan para pakar. Hasil Pokja ini akan dibahas bersama Komisi lainnya di Kwarnas.
Berdasarkan data Sistem Informasi Online Perlindungan Perempuan dan Anak, Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (PPPA), jumlah anak korban kekerasan seksual selama tiga tahun terakhir selalu menempati urutan tertinggi. Pada tahun 2019 ada 6.454 kasus, tahun 2020 ada 6.980 kasus, dan tahun 2021 periode Januari – November tercatat ada 7.545 anak korban kekerasan seksual.
Perhimpunan Pendidikan dan Guru (P2G) mendata laporan kekerasan seksual pada anak yang terjadi di 27 kota/kabupaten di Indonesia.
Di Amerika Serikat, sekitar 100 ribu anggota pramuka melaporkan telah mengalami pelecehan seksual oleh pembina dan seniornya. Tahun lalu, mereka mengajukan kompensasi ke organisasi Boy Scouts of America (BSA) yang memiliki 2,2 juta anggota yang berusia antara lima dan 21 tahun.
Kak Ahmad Rusdi berharap penerapan petunjuk penyelenggaraan ini dapat menguatkan visi dan misi Gerakan Pramuka pada umumnya, dan khususnya meningkatkan citra organisasi di mata orang tua dan masyarakat. Di dalamnya memuat potensi bahaya, langkah pencegahan dan bagaimana organisasi menangani pelanggaran yang terjadi. Pendidikan agama dan pembinaan mental spiritual, kata Kak Rusdi, menjadi dasar pencegahan dari kekerasan seksual dan lainnya.
Kepala Pusat Pendidikan dan Pelatihan Nasional Pramuka (Pusdiklatnas) Kak Sigit Muryono menjelaskan, dari segi dokuman, maka draf petunjuk penyelenggaraan ini akan dikaji kembali legal drafting-nya. “Isi SfH bakal masuk dalam materi penunjang pada kursus Mahir Dasar dan Mahir Lanjutan bagi pembina pramuka,” katanya. Petunjuk penyelenggaraan ini jadi perlindungan bagi peserta didik dan panduan bagi pembina ketika membina peserta didik, yaitu pramuka siaga, penggalang, penegak dan pandega.
Materi SfH juga menjadi bahan masukan dalam penyusunan Petunjuk Penyelenggaraan Sistem Pendidikan dan Pelatihan Pramuka yang sedang disusun, dan Buku Panduan Pembina Pramuka. Materinya, ujar Kak Sigit, bisa menjadi bagian buku tersebut atau menjadi buku saku pembina.
Draf petunjuk penyelenggaraan mencatat empat area SfH, yaitu program pembinaan anggota muda; pengelolaan serta pendidikan dan pelatihan anggota dewasa; struktur organisasi dan tata kelola; dan penyelenggaraan kegiatan Gerakan Pramuka. Dewan Kehormatan Pramuka akan membentuk Komite Perlindungan yang tugasnya melaksanakan edukasi, pencegahan, penanganan dan penindakan dari pelanggaran SfH.
Ada enam jenis pelanggaran SfH, yaitu perundungan (bullying); pelecehan seksual; kekerasan fisik; kekerasan verbal; pengabaian/penelantaran (perlakuan meninggalkan sendiri tanpa perawatan memadai dan pengawasan, kurang gizi, dan kekurangan makanan).
Terakhir, adalah potensi berbahaya dalam jaringan, seperti perundungan dunia maya, pencurian data, informasi palsu (hoaks yang meliputi: misinformasi, disinformasi dan malinformasi), dan konten tidak pantas (yang menghasut kebencian, mendukung diskriminasi, kekerasan, pornografi, meremehkan individu atau kelompok berdasarkan ras, suku, agama, disabilitas, usia, kebangsaaan, status veteran, orientasi seksual, identitas jenis kelamin).
Di dalam draf petunjuk penyelenggaraan, juga diatur larangan bagi anggota dewasa Gerakan Pramuka dalam suatu kegiatan. Yaitu mendiskriminasi anggota muda berdasarkan profesi dan jabatan orang tua, status sosial, kondisi ekonomi, agama, identitas etnis; merespon dengan kekerasan atas perilaku yang tidak diinginkan dari anak dan kaum muda; berduaan dalam waktu yang lama antara anggota muda dan anggota dewasa di tempat sepi, kecuali terikat dalam status perkawinan; dan melakukan kontak fisik atau verbal yang tidak pantas dengan anggota muda.
Larangan lainnya adalah memanggil anggota muda dengan pelabelan tertentu yang tidak mereka sukai; membuat anggota muda melakukan pekerjaan yang seharusnya dilakukan orang dewasa; menggunakan kata-kata bernada kasar; membuat komentar yang menjurus secara seksual meski hanya untuk bergurau dan kesenangan; terlibat dalam tindakan yang memancing perasaan seksual atau hubungan seksual dengan seorang anggota muda; melihat atau menonton foto, video yang berisi konten yang tidak layak seperti pornografi, kekerasan, tidak sesuai jenjang usia, atau materi lain yang memiliki efek buruk.
Pembina juga dilarang membiarkan secara sengaja anggota muda terpapar peralatan atau material yang berbahaya; melakukan kekerasan fisik atau verbal yang berdampak pada cedera fisik atau mental; memberikan perhatian khusus (favorit) kepada individu anggota muda; memaksa anggota muda untuk mengikuti kegiatan yang tidak sesuai dengan minat dan keinginannya; tidak melaporkan sebuah pelanggaran atas permohonan pelaku; merokok, minum minuman keras di lingkungan anggota muda; dan melibatkan anggota muda menjadi pekerja anak (di bawah umur).[*]