fbpx

Komisi III Dorong Peningkatan PAD 2022 Tabanan dari Retribusi

Komisi III DPRD Tabanan melakukan kunjungan lapangan ke Dinas Penanaman Modal dan Pelayanan Terpadu Satu Pintu (DPMTSP) Tabanan, Rabu (5/1/2022).

TABANAN, MEDIAPELANGI.com – Pemerintah Kabupaten atau Pemkab Tabanan sudah memasang target pendapatan sebesar Rp 1,738 triliun dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) 2022.

Target tersebut rencananya akan diperoleh melalui optimalisasi pendapatan daerah. Salah satunya melalui retribusi.

Berhubung seperti itu, Komisi III DPRD Tabanan yang membidangi urusan keuangan mulai menginventarisasi potensi pendapatan dari sektor retribusi yang perlu dipacu perolehannya.

Komisi III DPRD Tabanan melakukan kunjungan lapangan ke Dinas Penanaman Modal dan Pelayanan Terpadu Satu Pintu (DPMTSP) Tabanan, Rabu (5/1/2022).

Dari kunjungan lapangan itu, sejumlah persoalan masih menjadi catatan untuk memacu pendapatan dari sisi retribusi. Salah satunya berkaitan dengan kemudahan layanan perizinan di Mall Pelayanan Publik.

Ini masih berkaitan dengan perubahan regulasi atau aturan mengenai perizinan yang kini mulau terintegrasi ke dalam satu sistem. Yakni Online Single Submission (OSS).

Apalagi sistem itu terintegrasi secara elektronik dan berlaku nasional itu berada dibawah pengelolaan Kementerian Investasi/BKPM.

Sistem yang relatif baru ini memerlukan pemahaman semua perangkat daerah yang berkaitan langsung dengan permohonan izin dari masyarakat. Tidak semata-mata dibebankan kepada satu perangkat daerah yakni DPMPTSP.

Sekalipun ada mall pelayanan publik, dengan sistem yang baru seperti sekarang membuat pendampingan kepada masyarakat diperlukan.

Di sisi lain, keberadaan mall pelayanan publik juga belum terisi sepenuhnya oleh petugas atau staf dari masing-masing perangkat daerah yang bisa menghemat waktu pemohon izin untuk memperoleh informasi persyaratan.

Ketua Komisi III DPRD Tabanan, Anak Agung Nyoman Dharma Putra, yang memimpin rombongan komisinya saat kunjungan lapangan kerja di DPMPTSP Tabanan mengatakan, sepertinya perlu duduk lagi bersama dengan perangkat daerah lainnya.

Menurut dia proses mengurus Persetujuan Bangunan Gedung (PBG) sebagai pengganti Izin Mendirikan Bangunan (IMB). Ketentuannya relatif baru. Di sisi lain, acuannya yakni Rencana Detal Tata Ruang (RDTR) masih belum tuntas.

“Kendati begitu pelayanan harus tetap jalan sesuai surat edaran Mendagri. Jangan sampai tidak terlayani. Meski belum memperoleh apa apa dari situ. Positifnya pelayanan tetap jalan.  Jangan ada pelayanan yang tertunda. Jangan ada yang tidak terladeni terkait PBG ini,” terangnya.

Hal yang sama juga ditekankan kepada permohonan izin lainnya. Yang secara teknis persyaratan mesti melibatkan tim dari perangkat daerah lainnya.

“Tidak bisa semata-mata dibebankan ke Dinas Perizinan saja. Perangkat daerah lainnya juga harus memahami adanya mekanisme OSS ini,” imbuhnya.

Diakuinya, secara ideal masing-masing perangkat daerah menempatkan personel atau stafnya di DPMPTSP. Khususnya di mall pelayanan publik. Ini untuk memudahkan pemohon memperoleh informasi persyaratan perizinan yang mau diurus.

“Kalau sekarang terkesan masih dipingpong. Masyarakat datang ke sini. Tapi teknisnya ada di perangkat daerah lain. Di perangkat daerah lain tidak beres, dioper lagi ke sini. Yang seperti ini hanya akan menimbulkan kesan buruk terhadap pelayanan yang diselenggarakan,” tukasnya

Soal keluhan pelayanan tersebut, sebelumnya tidak dipungkiri Kepala DPMPTSP Tabanan, I Made Sumerta Yasa, saat memberikan paparan di awal kunjungan tersebut.

Dia bahkan menyebutkan, perubahan aturan pada tingkat pusat yang mengharuskan adanya penyesuaian di daerah juga dialami kabupaten/kota lainnya. “Semua kabupaten mengalami keluhan yang sama. Terkait regulasi dan mekanisme,” ujarnya.

Demikian halnya dengan proses mengurus PBG. Sejauh ini pihaknya masih bisa melayani. Sesuai dengan ketentuan yang diberikan melalui SE Mendagri. Salah satunya dengan memberikan layanan terkait ITR atau Informasi Tata Ruang. Ini untuk memastikan apakah lokasi pembangunan atau gedung yang dibangun sudah sesuai dengan RTRW.

“Ketika ITR menunjukkan bahwa lokasinya sesuai, secara otomatis akan dilanjutkan ke PBG. Ketika itu sesuai, masyarakat pemohon mesti membuat gambar teknis dan itu harus melalui konsultan atau arsitek yang sudah tersertifikasi resmi. Ini yang kadang menjadi kendala,” imbuhnya.

Belum lagi bila bangunannya sudah dibuat, baru pemiliknya mengurus izin. Ketika diurus dari awal yakni mencocokkan dengan ITR, keberadaannya di jalur hijau. Sehingga dengan mekanisme yang ada sekarang, permohonan izinnya akan ditolak.

Dan sekarang, sambungnya, titik nadir perizinan ada pada tim teknis di masing-masing perangkat daerah. Untuk PBG misalnya, tim teknisnya ada di Dinas PUPRPKP. Izin usaha atau perdagangan ada pada Disperindag. Izin kesehatan dan yang terkait lainnya ada di Diskes. Termasuk koperasi ada pada Diskop UKM.

“Karena begitu mengajukan permohonan yang pertama muncul adalah izin teknis dari masing-masing perangkat daerah. Setelah itu disetujui baru muncul di sistem kami. Disetujui atau tidak. Pilihannya juga seperti itu. Itu pasti kalau sudah melalui tim teknis pasti disetujui. Ketika disetujui izinnya dikirim ke email pemohon,” katanya.

“Kami memohon agar Komisi III bisa mendorong  perangkat daerah terkait berkantor di sini. Kalau sistemnya di masing-masing perangkat daerah, kami tidak punya akses untuk memonitor perkembangannya. Paling kami hanya bisa kontak. Tapi kalau ada di sini langsung, masyarakat pemohon bisa langsung konsultasi. Ini pernah kami dorong, tetapi perangkat daerah lainnya terkendala pada staf yang kurang,” pungkasnya.[mp]

Berita Terkait
error: Konten ini terlindungi.