JAKARTA, MEDIAPELANGI.com – Wakil Ketua Komisi II DPR RI Junimart Girsang mengatakan, kejahatan mafia tanah saat ini sudah bersifat extraordinary crime dan dengan menggunakan berbagai modus operandi.
Demikian disampaikan Junimart dalam Rapat Kerja Komisi II DPR RI dengan Menteri Agraria dan Tata Ruang/ Badan Pertanahan Nasional (ATR/BPN).
“Modusnya sesungguhnya sederhana, pertama yaitu dengan cara memalsukan alat hak, yakni pemutihan lama, girik, petuk, kekitir. Yang kedua, mereka (mafia tanah) mencari legalitas di pengadilan,” urai Junimart di Gedung Nusantara, Senayan, Jakarta, Selasa (18/1/2022).
Politisi PDI-Perjuangan itu juga menyebut dugaan keterlibatan Pejabat Pembuat Akta Tanah (PPAT) dalam kasus pemalsuan Akta Jual Beli (AJB). “Ini harus ditertibkan juga. Modus lainnya yaitu dengan melakukan pemalsuan atas surat kuasa menjual, membuat sertifikat palsu, dan sertifikat pengganti,” terangnya.
Dikatakan legislator dapil Sumatera Utara III itu, sebuah sertifikat pengganti bisa terbit karena ada keterlibatan orang dalam. Selain itu modus lainnya adalah dengan menghilangkan warkah, menggunakan para preman untuk menduduki tanah secara ilegal, dan juga makelar tanah. “Inilah modus mafia tanah yang bisa diidentifikasi,” ujar Junimart.
Sementara itu dalam kesempatan yang sama, Wakil Ketua Komisi II DPR RI Syamsurizal sempat menyinggung masalah bank tanah. Ia mengaku pertama kali mendengar istilah bank tanah ketika pembahasan mengenai UU Cipta Kerja. “Maksud daripada keberadaan bank tanah dalam UU Nomor 11 Tahun 2020 yaitu untuk memberikan kemudahan berusaha. Karena memang iklim usaha di Indonesia sangat kacau sampai dengan hari ini,” tuturnya.
Syamsurizal memaparkan bahwa ketika ada 33 perusahaan yang keluar dari China, sejumlah 23 perusahaan bisa ditarik oleh Vietnam, 3 lari ke Thailand, 2 masuk ke Malaysia, 3 ke Singapura. “Tidak satupun dari 33 perusahaan tersebut masuk ke Indonesia, dikarenakan iklim usahanya belum tercipta dengan baik. Maka kemudian lahirlah Omnibus Law supaya terjadi dinamisasi dan penyesuaian dengan UU yang ada diluar negeri,” jelasnya.
Politisi Partai Persatuan Pembangunan (PPP) itu mengutarakan, permasalahan bank tanah itu terkait dengan Badan Pertanahan Nasional (BPN). Ketika itu juga disebutkan akan ada peraturan turunan berupa Peraturan Pemerintah (PP) yang akan terbit dan akan disampaikan penjelasannya kepada DPR. “Untuk itu kami ingin mengetahui perkembangan PP yang berkaitan dengan bank tanah yang dijanjikan pemerintah” ucapnya.
Syamsurizal mengatakan, persoalan tanah yang dilakukan gangster yang menjadi mafia tanah, salah satu penyebab adalah belum klop atau sinkronnya antara kementerian yang satu dengan kementerian yang lain, yaitu Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan dan Kementerian ATR/BPN. Disebutkan bahwa 67 persen permasalahan tanah ada di KLHK, dan 33 persen ada di Kementerian ATR/BPN.
“Kami ingin penjelasan mengenai hal ini, karena yang kami ketahui mafia-mafia tanah itu bersembunyi ketika HGU sudah berakhir masa operasionalnya. Ada sisa tanah dari yang pernah digunakan itu tidak dilaporkan, atau ada sisa tanah yang terlantar, atau kelebihan (jumlah luasan) tanah dari yang seharusnya tertulis dalam HGU yang diberikan. Disitulah mafia tanah masuk untuk kepentingan golongan atau pihak tertentu,” pungkas legislator dapil Riau I itu. (dep/sf)