Diakhir pidatonya, Gubernur Bali asal Desa Sembiran, Buleleng ini menyatakan Kita harus bangga dengan kekayaan keunikan dan keunggulan produk lokal Bali yang bersumber dari alam Bali, yang salah satunya berupa arak Bali. Sehingga apa yang menjadi kekayaan alam di Karangasem ini, harus digerakan sebagai sumber perekonomian rakyat, dan kurangilah ketergantungan dengan sumber ekonomi dari luar. “Leluhur Kita sudah memberikan rezeki yang luar biasa, berdayakan itu supaya agar menjadi sumber perekonomian masyarakat,” katanya.
Dalam kesempatan tersebut, Gubernur Bali memfasilitasi Peralatan Destilasi kepada Kelompok Perajin Minuman Fermentasi dan/atau Destilasi Khas Bali di Wilayah Karangasem, yang terdiri dari : 1) Kelompok Petani Arak “Cipta Buana” Desa Tri Eka Buana; 2) Kelompok Petani Arak “Tri Darma Tunggal” Desa Tri Eka Buana; 3) Kelompok Petani Arak “Artal” Desa Talibeng, Sidemen; 4) Kelompok Petani Arak “Arak Api Merita” Desa Labasari, Kecamatan Abang; 5) Kelompok Petani Arak “Tirta Piphala” Desa Talagatawang, Sidemen.
Sementara Bupati Karangsem, Gede Dana dihadapan Gubernur Bali, Wayan Koster melaporkan bahwa Kabupaten Karangasem merupakan kabupaten yang memiliki berbagai potensi unggulan, salah satunya minuman fermentasi dan/atau Destilasi khas Bali, yakni dikenal dengan nama arak Bali.
Potensi arak sangat besar di Kabupaten Karangasem, karena didukung oleh petani arak di Kabupaten Karangasem yang berjumlah 1.798 orang yang tersebar di 6 Kecamatan, dari 8 Kecamatan dengan memanfaatkan bahan baku lokal seperti nira (aren/jaka, kelapa, mete dan rontal, red).
Dalam upaya pengimplementasian Pergub 1 Tahun 2020, Gede Dana menyampaikan Pemerintah Kabupaten Karangasem melalui Tim Terpadu Kabupaten bersinergi dengan Tim Terpadu Provinsi telah melaksanakan pembinaan dan pengawasan terhadap keberadaan minuman fermentasi dan/atau destilasi khas Bali yang menggunakan bahan baku diluar ketentuan pada peraturan tersebut, salah satunya arak fermentasi dengan bahan baku gula. Oleh sebab itu, Kami melaksanakan pembinaan dan pengawasan yang menyasar arak fermentasi berbahan baku gula dengan tujuan untuk membatasi dan menekan produktivitas dari perajin arak yang menggunakan bahan baku gula dalam proses produksinya.
Dalam fakta dilapangan, oknum yang memproduksi arak berbahan baku gula sangat suka mencari untung cepat, tidak menjaga kualitas, merugikan petani, dan sudah beredar dimana-mana.
“Kami sudah berkali-kali memarahi, namun tetap saja mereka memproduksi, dan Saya sempat berfikir apakah boleh Dinas Perhubungan dan Satpol PP Kami minta bertugas menjaga di pintu keluar menuju Kabupaten/Kota di Bali dan Kami stop kendaraan yang membawa dirigen arak berbahan baku gula ini?,” ujar Gede Dana seraya menegaskan kalau produksi arak tradisional lokal Bali ini punah, siapa yang mau bertanggungjawab. Apakah yang memproduksi arak berbahan baku gula ini tidak kasihan dengan para petani yang sudah bekerja keras, dimana mereka dari jam 4 pagi sudah bekerja menaiki 15 pohon kelapa dan hanya bisa jual Rp 10 ribu perbotol yang 750 cc, namun yang memproduksi arak gula ini dengan gampangnya bisa menjual Rp 10 ribu perbotol. Jadi kasihan para petani Kita sudah bekerja keras melestarikan warisan nenek moyang Kita.[*]