DENPASAR, MEDIAPELANGI.com – Tjok. Oka Artha Ardhana Sukawati penulis buku “Padma Bhuwana Bali” yang juga menjabat Wakil Gubernur Bali memaparkan bahwa Bali yang ditopang dengan kekuatan pariwisata dan taksu alamnya, menjadikan Bali memiliki keistimewaan tersendiri jika dibandingkan dengan wilayah lain.
Semesta tanpa kita sadari sudah membentuk Bali sedemikian rupa dengan tata titi dan asta kosala-kosalinya. “Pariwisata Bali yang datang dan masuk dari pintu selatan (Badung), dimana secara niskala adalah letaknya Dewa Brahma (dapur), kita posisikan bahwa pariwisata yang berkembang di Bali selatan sebagai penopang/ penghasil rupiah yang menyerap devisa untuk pembangunan Bali secara keseluruhan.
Jadi jangan semua wilayah dibali kita kembangkan dengan konsep pariwisata yang sama. Tetapi apabila kita sesuaikan dengan asta dewatanya, maka di wilayah timur juga bisa kita kembangkan menjadi pariwisata spiritual (spiritual tourism) dan spiritual religius, karena timur adalah tempat berstananya Dewa Iswara,” terang Wagub Cok Ace sekaligus penulis buku Padma Bhuwana dalam paparannya saat menghadiri sekaligus memberikan sambutan dalam acara Widya Sancaya 1 Tahun 2022, di Gedung Indraprasta, Universitas Hindu Indonesia.
Mengacu pada lontar Padmabhuwana yang menyatakan bahwa Mpu Kuturan, sekitar abad ke-11 yang menyebut Bali sebagai Padmabhuwana. Danghyang Nirartha pada abad k-15 juga menyatakan hal yang sama.
Artinya, Bali telah digambarkan sebagai satu kesatuan ruang yang dijaga oleh kemahakuasaan Dewata Nawasanga dengan atribut, karakter, dan fungsi masing-masing. Dalam ruang inilah, seluruh aktivitas masyarakat Bali berlangsung untuk mewujudkan tujuan hidupnya, moksartham jagadhita.
Artinya, apabila masyarakat Bali meyakini bahwa seluruh tindakannya dipayungi oleh kekuatan para dewa, maka sudah sepatutnya hidupnya sejahtera. Namun pada kenyataannya, kesejahteraan dan kebahagiaan hidup masyarakat Bali masih belum sepenuhnya bisa diwujudkan. “Konsep Padma Bhuwana Bali ternyata sudah ada sejak zaman dahulu dan semesta tanpa sengaja sudah mempolakan letak wilayah berdasarkan karakter demografinya,” ungkap Wagub Cok Ace.
Refleksivitas terhadap keterpukuran pariwisata Bali saat pandemi Covid-19, yang berimplikasi luas terhadap kondisi perekonomian masyarakat Bali, termasuk meningkatnya angka kemiskinan, semakin memperkuat keyakinan bahwa ada banyak aspek yang masih harus diperbaiki dalam pembangunan Bali. Kembali lagi, harmoni antara wadah dan isi sebagai sumber kebahagiaan hidup itulah yang belum terwujud dalam pembangunan Bali saat ini.
Kewajiban manusia untuk membina hubungan yang integral, harmonis, dan berlanjut dengan alam, menegaskan pentingnya menyelaraskan wadah dengan isinya. Alam ini ibarat wadah, sedangkan kehidupan manusia dan semua makhluk merupakan isinya. Walaupun alam ini terlihat pasif sehingga manusia sering kali memperlakukan alam sekehendak hatinya – tetapi sesungguhnya alam merupakan kekuatan penggerak aktif yang mahabesar.
Ibarat gelas berisi air, manusia tidak akan mendapatkan manfaat apa pun dari air tersebut ketika gelasnya pecah. Demikian pula dengan cara kerja alam ini, tidak ada satu pun kebahagiaan dapat diperoleh manusia manakala ia gagal membina hubungan integral, harmonis, dan berlanjut dengan alam-lingkungannya.
Integral bahwa alam semesta (bhuwana agung) dan manusia (bhuwana alit) adalah satu kesatuan tidak terpisahkan. Secara esensial, alam dan manusia lahir dari sumber Hyang Esa, begitu pula secara substansial bahwa alam dan diri manusia dibangun oleh unsur- unsur yang sama, yaitu Panca Mahabhuta.
Harmonis bahwa keselarasan serta keseimbangan antara bhuwana agung dan bhuwana alit merupakan penyebab utama kebahagiaan. Sementara itu, berkelanjutan bahwa keterikatan manusia dengan alam berlangsung sepanjang garis eksistensinya.
Pandemi Covid-19 yang melanda dunia memporak-porandakan perekonomian Bali yang selama ini menopang kehidupan masyarakat Bali. “Jaman dulu saat pariwisata baik-baik saja, kita sempat berfikiran bahwa Bali hancur karena banyaknya budaya asing yang di adopsi disini.
Namun saat pandemi Covid-19 melanda, Bali juga hancur karena pariwisata yang tidak aktif dan mengakibatkan perekonomian mati suri. Kondisi ini memberikan kesempatan Bali untuk menata diri. Untuk ke depannya, pariwisata berkelanjutan perlu dilakukan sesuai dengan penataan berdasarkan karakteristik wilayahnya. Bukan semata-mata meng-copy paste pengembangan pariwisata yang sudh ad di Bali Selatan.
Semisal wilayah Bali Timur yang cocok dengan asta dewatanya adalah pengembangan spiritual tourism atau bersifat relegi/ keagamaan. Untuk wilayah Bali Barat yang dikuasai oleh kemahakuasaan Dewa Baruna.
Secara etimologis letak wilayah barat sangat sesuai untuk mengembangkan perikanan. Sementara wilayah Bali Utara yang dikuasai oleh kemahakuasaan Dewa Wisnu sebagai lambang dari kemakmuran/ kesejahteraan dan sangat sesuai untuk mengembangkan hasil pertanian dan kebutuhan hidup seperti padi, sayur mayur dan berbagai jenis bumbu dapur. Sementara untuk Bali bagian Tengah dikuasai oleh kekuatan Dewa Siwa.
Di wilayah yang sarat dengan pengembangan wisata sejarah, warisan budaya dan seni ini memberikan nuansa berbeda bagi wisatawan yang datang. Karena wilayah Bali Tengah yang kita ketahui adalah berkedudukan di Kabupaten Gianyar akan menyiapkan sejumlah daerah wisata yang memiliki daya tarik alam hijau dan natural, menawarkan Kerajinan seni hasil dari kreativitas tangan masyarakat lokalnya,” papar Wagub Cok Ace yang karya tulisnya rampung tercetak pada bulan November tahun 2021 lalu.
Mampunya masyarakat Bali melewati pandemi Covid-19 yang hampir tiga tahun belum juga tuntas ini, diharapkan mampu menuju pariwisata berkelanjutan yang memberikan dampak positif kepada bagi kita semua, khususnya menjaga kelestarian lingkungan dan mampu memberi manfaat ekonomi bagi masyarakat.
Di akhir acara, Wagub Bali Cok Ace bersama Koordinator Staf Khusus Presiden RI A. A Ari Dwipayana, Kepala Ombudsman RI Perwakilan Bali Umar Ibnu Alkhatab melakukan penanaman bibit bunga cempaka dan bunga sandat di halaman kampus Universitas Hindu Indonesia.[*]