JAKARTA, MEDIAPELANGI.com – Anggota Komisi IX DPR RI I Ketut Kariyasa Adnyana menyarankan pemerintah untuk mencari dan menggunakan inovasi-inovasi baru untuk penanganan Demam Berdarah Dengue (DBD) serta tindakan preventifnya, salah satu inovasi yang didorong adalah dengan menggunakan metode Wolbachia.
Hal tersebut diungkapkannya setelah menilai upaya preventif yang umum dilakukan belum menyelesaikan masalah dan tetap memunculkan kasus-kasus DBD terutama di musim pancaroba.
“Kasus demam berdarah ini kan kasus yang dibilang cukup klasik dan itu terjadi setiap musim hujan. Tentu ini sebagai pelajaran sebenarnya, karena kasus demam berdarah ini sudah cukup lama. Selama ini program-program yang dilakukan pemerintah sampai di daerah yaitu dengan melakukan pembersihan kemudian melakukan penyemprotan, itu belum menyelesaikan masalah. Nah tentu ini harus dicari metode pengendalian demam berdarah, harus ada evaluasi,” katanya di Gedung Nusantara II, Senayan, Jakarta, Kamis (16/6/2022).
Politisi PDI-Perjuangan ini memberikan contoh salah satu inovasi yang seharusnya didorong oleh pemerintah adalah dengan metode Wolbachia yang mulai dikembangkan di Yogyakarta. Wolbachia sendiri merupakan bakteri alami yang umumnya ada dalam tubuh serangga. Penelitian menunjukan bahwa bakteri yang ditanamkan dalam tubuh nyamuk Aedes aegypti dapat menahan laju replikasi virus dengue yang menjadi penyebab DBD.
“Terbukti sekarang kan kita lihat di Yogyakarta dengan menggunakan metode Wolbachia, pengembangan musuh alami (virus dengue). Sehingga setelah dikembangbiakan akan lahir nyamuk yang nanti telur-telurnya nggak mengandung virus DB dan itu mengurangi (kejadian dengue) sampai 70 persen. Nah ini seharusnya model ini sudah mulai harus dikembangkan untuk seluruh indonesia” ujar Kariyasa.
Legislator dapil Bali itu juga mengungkapkan bahwa metode Wolbachia akan secepatnya diimplementasikan di Bali mengingat tingginya kasus demam berdarah di sana. Hal tersebut juga diungkapkannya melalui media sosial pribadi saat melakukan kunjungan ke RSUD Kabupaten Buleleng beberapa waktu silam.
“Tahun ini (2022), kita pastikan Teknologi ini diterapkan di Bali, bertahun – bertahun kita menangani Demam Berdarah dengan cara yang sama, namun Bali tetap saja kasus Demam Berdarah tinggi. Kita tidak mungkin mengharapkan hasil berbeda dengan cara yang sama.” ungkap Kariyasa melalui media sosial miliknya. (uc/s