TABANAN, MEDIAPELANGI.com – Sengketa pelaba durewen Pura Muncaksari, Desa Sangketan, Penebel,Tabanan memasuki tahap mediasi yang berlangsung di Pengadilan Negeri (PN) Tabanan, Selasa (28/6/2022).belum membuahkan hasil.
Dalam mediasi yang dipimpin mediator Majelis Hakim Putu Gde Novyartha dan juga dihadiri oleh Bendesa adat hingga krama desa kedua belah pihak.
Majelis Hakim menyebutkan secara keseluruhan menolak gugutan penggugat dalam perkara tanah sengketa duruwen Pura Luhur Muncaksari. Majelis hakim menilai bahwa tanah sengketa ini dipergunakan untuk fasilitas umum persembahyangan, maka alangkah baiknya kedua belah pihak saling mendukung untuk bisa sama-sama memberikan kenyaman bagi para Pura Luhur Muncaksari tanpa ada motif apapun.
Selain itu dalam putusan majelis hakim menyebut bahwa perkara perdata beban pembuktian adalah kebenaran secara formil, sehingga pihak yang dapat membuktikan adalah pihak yang dapat membuktikan dalilnya.
Oleh karena itu tuntutan pokok penggugat telah dinyatakan ditolak. Untuk itu majelis hakim memandang tidak relevan lagi untuk mempertimbangkan tentang hukum lain dan selebihnya dari penggugat oleh karena demikian majelis hakim berpendapat gugutan penggugat ditolak secara keseluruhan.
Meski Pengadilan Negeri (PN) Tabanan telah memutuskan hasil sidang kedua pihak baik dari pihak penggugat dan tergugat. Namun masalah ini belum usai, justru pihak penggugat dalam hal ini Desa Adat Saribuana mengajukan banding atas putusan majelis hakim nomor 358/Pdt.G/2022/PN.Tabanan.
Terpisah kuasa dari pihak penggugat dalam hal ini Bendesa Adat Saribuana Budi Hartawan mengatakan dengan telah diputus perkara tanah sengketa durewen Pura Luhur Muncaksari tersebut pihaknya tidak menerima, sehingga harus mengajukan banding kembali. Dimana putusan PN Tabanan ini dan pihaknya masih mengklaim memiliki hak yang benar.
“Pada prinsipnya kami tetap kepemilikan tanah tersebut atas petikan hak berupa pipil ptok D. Kita tidak bisa selesai sampai disini maka proses hukum lebih lanjut. Karena putusan ini tidak memiliki kekuatan hukum tetap,” jelas dia.
Lanjut Budi Hartawan menjelaskan, pihaknya sebagaimana pada kliennya tidak mengsengketakan Pura Luhur Muncaksari, melainkan mempermasalahkan durewen Pura Luhur Muncaksari yang telah diserfikatkan. Maka kami ajukan banding dan harus diselesaikan proses hukumnya di PTUN.
“Kita akan berproses ke pengadilan tata usaha Negara (PTUN),” tegasnya.
Sementara itu kuasa hukum Bendesa Adat Muncaksari I Wayan Karta mengaku penggugat yang mengajukan banding atas putusan majelis hakim PN Tabanan itu hak dari penggugat.
“Sebenarnya harapan kami cukup disini, tapi gimana penggugat mengajukan banding kembali, ya kita tetap akan lawan,” ucapnya.
Dalam putusan ini menurut pengacara yang akrab dipanggil IWK ini antara penggugat dan tergugat tidak ada yang menang dan kalah, walaupun penggugat ditolak bukan berarti dia tidak bisa sembahyang di pura luhur Muncaksari, tetap bisa sembahyang disana. Pihaknya pun tidak menutup kemungkinan akan tetap menempuh jalan perdamaian.
“Ya proses mediasi tetap terbuka, tidak ada salah, mudahan bisa mediasi bisa dilakukan agar tidak berlarut masalah ini,” tandasnya.
Sebelumnya gugatan saling klaim durewen pura luhur Muncaksari seluas 6,5 hektar.
Dalam hal ini pihak bersengketa dengan penggugat I Gede Saputra Giri yang juga selaku Bendesa Adat Saribuana, Selemadeg dengan tergugat I Wayan Sumandia selaku Bendesa Adat Muncaksari dan tergugat lainnya I Wayan Widana selaku pengempon pura Muncaksari serta Kantor BPN Tabanan dan Pemkab Tabanan sebagai turut tergugat. Sebelumnya sudah dilaksanakan sidang pemeriksaan setempat (PS) pada Jumat (22/4/2022) lalu dengan menghadirkan kedua belah pihak antara penggugat dan tergugat.[mp]