DENPASAR, MEDIAPELANGI.com – Webinar Paiketan Krama Istri (PAKIS) Bali dengan Tema ‘Upakara Pitra Yadnya Ring Krematorium) Kamis, (Wraspati Wage, Bala) di buka oleh Manggala Utama PAKIS Bali, Ny. Putri Koster secara hibrid dengan jumlah peserta mencapai lebih dari 800 orang peserta.
Manggala Utama PAKIS Bali, Ny. Putri Koster menyampaikan bahwa tema webinar kali ini sangat menarik karena terkait dengan bagaimana pandangan pelaksanaan upacara Pitra yadnya yang dilaksanakan di desa adat dan di krematorium dengan menghadirkan dua pakar untuk memberikan pencerahan kepada peserta webinar. Dua narasumber yang dihadirkan dalam webinar PAKIS Bali kali ini adalah Ida Pedanda Gede Made Putra Kekeran dan Bendesa Madya MDA Badung, A.A. Putu Sutarja, S.H., M.H.,
Bunda Putri juga menyampaikan bahwa PAKIS mengangkat tema ini yang memang sedang sangat hangat dibicarakan di masyarakat, tujuannya bukan untuk mencari yang benar dan salah namun mengharmoniskan perubahan tatanan kehidupan yang terkait dengan agama, tradisi, adat dan istiadat khususnya terkait dengan pelaksanaan upacara Pitra Yadnya agar dapat berjalan dengan damai dan harmonis.
Tidak dapat dielakkan bahwa saat ini sudah mulai banyak muncul tempat kremasi yang dimanfaatkan oleh masyarakat, sehingga muncul kekhawatiran terkait dengan keberadaan desa adat. Banyak menjamurnya krematorium saat ini menurut Bunda Putri pasti ada sebabnya. Bunda Putri mengatakan bahwa hal ini mungkin disebabkan oleh banyaknya warga yang melarikan diri karena kesulitan menjalankan upacara Pitra Yadnya di Desa Adat sehingga pelaksanaannya di krematorium yang dinilai lebih efektif dan efisien.
Banyaknya masyarakat yang mulai beralih melaksanakan upacara Pitra Yadnya ini kemudian memunculkan kekhawatiran Desa Adat bahwa Setra Adat tidak lagi berfungsi, gotong-royong di masyarakat luntur dan masyarakat mulai tidak terikat lagi dengan adat. Namun Bunda Putri menegaskan bahwa tugas utama masyarakat Bali adalah melestarikan warisan leluhurnya.
Menurut Bunda Putri hal ini dapat diantisipasi dengan adanya pengaturan Pitra yadnya yang baik di desa adat sehingga keluarga yang punya yadnya tidak lagi terlalu disibukkan karena kedepannya semakin sedikit waktu yang dimiliki masyarakat.
“Serati-serati dibekali dengan ilmu manajemen, bila saat ini membakar jenazah masih menggunakan cara yang konvensional, memang terlihat klasik namun bagi orang di luar Bali itu terlihat agak mengerikan,” ungkap Bunda Putri. Ia menambahkan bahwa bagaimana agar tata pelaksanaan upacara Pitra yadnya di Desa Adat dapat disesuaikan dengan perkembangan saat ini sehingga menjadi lebih higienis, rapi dan aman.
Kedepannya Bunda Putri berharap terdapat solusi terbaik mengenai tata laksana Upacara Pitra Yadnya di Bali sehingga bisa diwariskan ke anak cucu kedepan. Disamping itu Bunda Putri juga berharap bahwa Desa Adat dapat memperingan beban adat dengan sistem pola yang tepat dan jangan memberatkan masyarakat dengan aturan adat yang ada.
“Fleksibilitas, ketegasan dan kecerdasan dalam memimpin adat itu yang membuat desa adat akan menjadi lestari. Di Indonesia banyak desa adat yang telah hilang namun di Bali, Desa Adat masih lestari. Hal ini disebabkan oleh masyarakat Bali yang masih sangat kokoh mempertahankan dan mewariskan adatnya,” tutup Bunda Putri.