BULELENG, MEDIAPELANGI.com – Penjabat (Pj) Bupati Buleleng, Ketut Lihadnyana, mengajak dewan Buleleng untuk secara cermat mempertimbangkan isi dari Undang-undang nomor 1/2022 tentang Hubungan Keuangan antara Pusat dan Pemerintah Daerah (HKPD), khususnya yang mengatur tentang pengeluaran Negara dalam bidang infrastruktur.
Pernyataan tersebut disampaikan oleh Pj Bupati Ketut Lihadnyaranperdaa dalam Pendapat Akhir Bupati atas Ranperda Pertanggungjawaban Pelaksanaan APBD TA 2022 di Ruang Sidang Utama Gedung DPRD Buleleng, Senin (24/7). Menurut ketentuan dalam undang-undang nomor 1/2022 tentang HKPD, pemerintah daerah diwajibkan untuk mengalokasikan anggaran sebesar 40 persen untuk infrastruktur, 30 persen untuk belanja pegawai, 20 persen untuk pendidikan, dan 10 persen untuk kesehatan.
Lihadnyana ingin agar legislatif dan eksekutif bersama-sama memeriksa dan memahami maksud dari mandatory spending tersebut, khususnya dalam hal infrastruktur. Ia menyampaikan kekhawatirannya bahwa jika anggaran hanya digunakan untuk perbaikan jalan, pembangunan gedung, dan pelayanan publik, bisa menimbulkan masalah dalam APBD Buleleng.
Oleh karena itu, Pemerintah Daerah dan DPRD Buleleng perlu duduk bersama untuk mencermati dan memahami apa yang dimaksud dengan sarana prasarana infrastruktur. Terlebih lagi, wilayah Buleleng lebih luas daripada kabupaten/kota lainnya di Bali, sehingga memiliki banyak sekolah yang menjadi tanggung jawab kabupaten. Anggaran belanja pegawai juga sebagian besar digunakan untuk tenaga pendidik.
Dalam pernyataannya, Lihadnyana juga menegaskan bahwa peraturan sebelumnya tentang mandatory spending telah dilaksanakan dengan baik oleh Pemerintah Kabupaten Buleleng. Misalnya, anggaran untuk pendidikan yang diatur minimal 20 persen dari APBD telah dipenuhi bahkan mencapai 33 persen. Begitu pula dengan anggaran kesehatan yang diatur 10 persen, yang telah terpenuhi sebesar 15-16 persen.
Menanggapi pernyataan Pj Bupati, Ketua DPRD Buleleng, Gede Supriatna, juga setuju bahwa mandatory spending khususnya infrastruktur perlu segera dipertimbangkan. Namun, ia menyatakan bahwa pembangunan di Buleleng tidak hanya terfokus pada sektor infrastruktur, tetapi juga sektor lain yang memerlukan anggaran cukup besar, seperti kesehatan dan belanja pegawai.
Gede Supriatna menyampaikan bahwa jika Pemerintah Daerah hanya mengandalkan Pendapatan Asli Daerah (PAD), sulit untuk memenuhi mandat yang telah ditetapkan dalam undang-undang tersebut. Oleh karena itu, diperlukan terobosan untuk meningkatkan PAD, termasuk melalui peningkatan pendapatan dari sektor pajak dan retribusi daerah. Pemerintah daerah akan mendukung upaya peningkatan PAD dari sektor pajak dan sedang mengkaji beberapa hal untuk meningkatkan potensi pajak di Buleleng.
Kedua belah pihak sepakat untuk melakukan diskusi lebih lanjut mengenai interpretasi infrastruktur dalam undang-undang tersebut dan mencari cara untuk mencukupi anggaran dalam APBD, terutama mengingat kondisi perekonomian yang baru pulih setelah pandemi COVID-19. (ags)