TABANAN, MEDIAPELANGI.com – Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) Tabanan mengidentifikasi 13 indikator kerawanan yang dinilai dapat menjadi ancaman pada pemilihan kepala daerah (pilkada) 2024 mendatang.
Komisioner Bawaslu Tabanan Kordiv Hukum Pencegahan, Informasi dan Hukum, Ni Putu Ayu Winariati, mengungkapkan hasil ini berdasarkan IKP (Indeks Kerawanan Pemilu) yang dikeluarkan oleh Bawaslu RI.
“Menurut IKP yang dikeluarkan Bawaslu RI, ada 13 indikator kerawanan yang mungkin akan terjadi di pilkada nanti,” ujar Ni Putu Ayu Winariati, Jumat (5/7).
Potensi kerawanan ini, menurut Winariati, dapat muncul dari berbagai aspek, termasuk media sosial. Oleh karena itu, pihaknya sedang mengambil langkah-langkah cepat dan tepat untuk mengantisipasi potensi tersebut.
Dari 13 indikator tersebut, sembilan di antaranya dinilai paling rawan terjadi selama tahapan pelaksanaan pilkada yang dijadwalkan pada 27 November 2024.
“Dari 13 indikator ini, ada sembilan indikator yang paling rawan,” ungkapnya.
Secara umum, 13 indikator ini berpeluang terjadi pada lima tahapan penting. Salah satu upaya pencegahan yang dilakukan Bawaslu adalah memetakan daerah-daerah yang termasuk rawan pada Pemilukada 2024.
“Lima tahapan tersebut meliputi tahap pemutakhiran data pemilih, kampanye, pelaporan dana kampanye, logistik, serta pemungutan dan penghitungan suara,” jelas Winariati.
Sembilan indikator yang paling rawan tersebut antara lain pelaporan dana kampanye. Pada Pemilu 2024, ada satu partai politik yang tidak menyampaikan laporan dana kampanye.
Selain itu, terdapat masalah pada hak untuk memilih. Beberapa pemilih yang seharusnya punya hak pilih tidak terdaftar, sementara yang tidak berhak memilih justru terdaftar.
Indikator lain termasuk intimidasi kepada calon, keamanan penyelenggaraan pemilu yang terancam oleh perusakan alat peraga kampanye (APK) caleg, keberatan dari calon terhadap hasil pemilu, politik uang, dan pelanggaran kode etik oleh penyelenggara baik dari KPU maupun Bawaslu.
“Pengadaan dan pendistribusian logistik tidak sesuai ketentuan, sehingga pada hari pemungutan suara ada surat suara yang tertukar dari dapil lain, seperti yang terjadi di Desa Kaba Kaba,” tambah Winariati.
Indikator terakhir mencakup pelaksanaan pemungutan suara yang tidak sesuai ketentuan, seperti adanya pemilih yang tidak terfasilitasi secara maksimal dari sisi disabilitas, serta saksi-saksi yang mengarahkan pemilih untuk memilih calon tertentu.
Meski menghadapi kendala keterbatasan personil dan data, Bawaslu Tabanan tetap berupaya memperluas jangkauan pengawasan dengan melibatkan banyak pihak.[eka]