BADUNG, MEDIAPELANGI.com – Ditandai dengan pemukulan gong, Sekretaris Daerah Provinsi Bali Dewa Made Indra, Mewakili Pj. Gubernur Bali membuka secara resmi acara Rakerpus XXV & Seminar Ilmiah Nasional Ikatan Pustakawan Indonesia (IPI) di Hotel Four Points by Sheraton, Ungasan, Badung, Minggu (7/7).
Dalam sambutannya, Sekda Dewa Made Indra mengungkapkan perpustakaan yang dinaungi para pustakawan, hakikatnya selalu ada dan diperlukan sejak dahulu kala hingga akhir zaman. Namun, keberadaannya tidak lepas dari kendala yang terjadi. Tantangan terbesar saat ini, yakni adanya perubahan zaman dari konvensional ke arah digitalisasi.
“Problem kita saat ini yakni bagaimana kita mengikuti perubahan ini, karena perubahan adalah sesuatu yang pasti akan ada dan terjadi. Jadi perpustakaan juga pasti tidak ingin ditinggal oleh perubahan zaman. Karena itu, perpustakaan harus terus bergerak, di tangan kita semua perpustakaan harus kita gerakkan dari posisi yang lama ke posisi saat ini. Hari ini, perubahan itu disebut digitalisasi perpustakaan, jika kita tidak siap menuju kesana maka kita juga akan ditinggalkan,” cetusnya.
Lebih jauh menurut Dewa Made Indra, apabila kondisi perpustakaan itu sudah menjadi tempat yang tidak menarik lagi dan ditinggalkan, merupakan alarm yang mengkhawatirkan bagi kehidupan berbangsa dan bernegara. Karena mampu menghilangkan satu aspek penting dalam kehidupan manusia, yakni literasi.
Namun dirinya meyakini, IPI mampu membawa perpustakaan melangkah maju mengiringi perubahan perkembangan zaman. Sehingga terus mampu dinikmati dan diminati oleh masyarakat, karena memang harus diminati.
“Sudah sewajarnya dan sepatutnya perpustakaan kita tempatkan yang paling tinggi dibanding aspek yang lain, karena perpustakaan merupakan sumber dari pengetahuan dan kecerdasan kita. Dan literasi juga satu metode mencapai kecerdasan yang bersumber dari perpustakaan tersebut,” pungkasnya.
Sementara itu, Plt. Kepala Perpustakaan Nasional RI dalam sambutannya yang dibacakan oleh Deputi II Bidang Pengembangan Sumber Daya Perpustakaan Adin Bondan menyatakan hal yang senada. Dimana perpustakaan menghadapi tantangan semakin hari semakin komplek dan dinamis. Perkembangan teknologi informasi dan komunikasi, serta kecerdasan buatan yang membawa perubahan destruktif.
“Hal ini mengharuskan para pustakawan untuk terus berbenah diri, agar bisa tetap menjadi profesi penggerak utama informasi dan ilmu pengetahuan. Dan dalam hal ini Perpustakaan Nasional mengembangkan transformasi perpustakaan berbasis inklusi sosial, ini harus diperankan oleh para pustakawan dimanapun menjalankan profesinya,” ujarnya.
Transformasi ini merupakan satu sistem metode dimana perpustakaan menjadi satu ruang kreasi, ruang belajar kontekstual, menjadi ruang terbuka untuk berbagi semua informasi dan pengalaman bagi masyarakat, serta perpustakaan menjadi ruang terbuka bagi peningkatan keterampilan hidupnya. Hingga kini, dirinya mengklaim telah terdapat 3.696 lokus transformasi perpustakaan berbasis inklusi, yang telah berdampak terhadap sekitar tiga juta warga yang termarjinalkan. Dimana perpustakaan hadir untuk mengadvokasi, memberikan pelatihan agar mereka cakap dalam hidupnya.[*rls]