TABANAN, MEDIAPELANGI.com – Penyidik Kejaksaan Negeri (Kejari) Tabanan resmi menahan empat tersangka dalam kasus dugaan korupsi pengelolaan Dana Usaha Ekonomi Produktif (UEP) di Kecamatan Kerambitan yang terjadi pada tahun 2016-2020 lalu.
Para tersangka tersebut adalah WS, Ketua UEP sekaligus Kepala LPD Tibu Biu Kerambitan; NE, Bendahara UEP dan mantan Kepala LPD Mandung Kerambitan; ND, mantan Ketua BKS Kecamatan Kerambitan dan mantan Ketua LPD Meliling; serta MW, mantan Ketua BKAD Kecamatan Kerambitan.
“Penyidik melakukan penahanan mulai hari ini dengan menitipkan yang bersangkutan di Lapas Kerobokan,” ujar Kepala Seksi Tindak Pidana Khusus (Kasipidsus) Kejari Tabanan, I Made Santiawan, Selasa (21/1).
Santiawan menjelaskan bahwa penahanan dilakukan setelah pelimpahan kasus dari Polres Tabanan. Penahanan berlangsung mulai 20 Januari hingga 3 Februari 2025, sambil menunggu tim Jaksa Penuntut Umum mempersiapkan berkas untuk pelimpahan ke Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) di Denpasar. Barang bukti berupa uang tunai sebesar Rp 905 juta lebih telah dititipkan di E-RPL Kejaksaan melalui Bank Rakyat Indonesia (BRI).
Menurut Santiawan, alasan penahanan didasarkan pada Pasal 21 KUHAP dengan pertimbangan subjektif, yakni kekhawatiran bahwa tersangka akan melarikan diri, menghilangkan barang bukti, atau mengulangi tindak pidana. Selain itu, ancaman hukuman di atas lima tahun penjara menjadi dasar hukum yang kuat untuk melakukan penahanan.
Berdasarkan penyelidikan, keempat tersangka secara bersama-sama mengatur pengajuan proposal dana UEP dengan melanggar aturan pengelolaan dan pencairan. Pengajuan dilakukan tanpa verifikasi oleh Pembina LPD Kabupaten Tabanan untuk memastikan status kesehatan LPD, serta tanpa dokumen administrasi yang lengkap. Bahkan, daftar penerima dana UEP mencantumkan nama-nama kelompok masyarakat fiktif.
Dana yang telah dicairkan tidak disalurkan kepada penerima yang terdaftar, melainkan digunakan untuk kepentingan pribadi para tersangka. Sebagian dana juga disalurkan kepada individu tertentu tanpa melalui LPD, termasuk kepada tersangka MW. Penggunaan dana juga tidak sesuai dengan tujuan program, seperti untuk membayar tabungan, bunga deposito, dan operasional LPD.
Hasil audit dari Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP) Bali menunjukkan bahwa kerugian negara mencapai Rp 1,030 miliar. Namun, penyidik berhasil menyelamatkan sebagian kerugian negara melalui penyitaan aset para tersangka.
Para tersangka dijerat dengan Pasal 2 ayat (1), Pasal 3, Pasal 4, Pasal 9 Undang-Undang RI Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, juncto Pasal 55 dan Pasal 64 KUHP. Mereka terancam hukuman penjara minimal lima tahun dan maksimal 20 tahun, serta denda antara Rp 200 juta hingga Rp 1 miliar.[ka]