
“Jangan Tinggalkan Sampah Upakara di Pantai atau Tempat Suci”
DENPASAR, MEDIAPELANGI.com – Dalam upaya memperkuat kesadaran masyarakat Bali terhadap pengelolaan sampah berbasis sumber, Ibu Putri Koster, selaku Duta Pengelolaan Sampah Berbasis Sumber (PSBS) Palemahan Kedas (PADAS), menyampaikan seruan penting kepada masyarakat. Ia mengingatkan agar sisa sampah upakara tidak dibiarkan berserakan di tempat suci atau pantai.
Ajakan ini disampaikan saat sosialisasi Gerakan PSBS di Kantor Camat Denpasar Timur pada Kamis (5/6). Ibu Putri juga meminta prajuru adat membuat aturan dan melakukan sosialisasi agar masyarakat yang mengadakan upacara di pantai dapat membawa pulang sampah sisa upakara dan mengolahnya di rumah atau desa masing-masing.
Pesan ini menanggapi pertanyaan dari Wakil Bendesa Adat Kesiman, I Ketut Sudiarsana, yang menjelaskan pengelolaan sampah di desanya. Desa Kesiman menaungi Pantai Padanggalak, lokasi yang sering digunakan untuk upacara. Sudiarsana mengungkapkan bahwa pengelolaan sampah di pantai tersebut telah diatur oleh yayasan bekerja sama dengan desa adat.
“Sampahmu adalah tanggung jawabmu. Jangan sampai mencemari desa lain, apalagi tempat yang kita sucikan. Kita mulai dari rumah mengelola sampah dan, paling jauh, di desa. Jangan sampai sampah kita keluar desa dan mengotori desa lain,” tegas Sudiarsana.
Ibu Putri juga menyoroti krisis di TPA Suwung, yang kini telah menampung 70 juta ton sampah. Ia menegaskan bahwa sistem tempat pembuangan akhir seperti ini bukanlah solusi, tetapi malah menciptakan masalah baru bagi lingkungan dan kesehatan masyarakat.
“Kalau sampah tidak kita kelola dengan baik, akan ada berapa desa lagi yang tertimbun sampah dan menjadi penampungan sampah desa lainnya seperti Desa Suwung. Mari kita semua bangun kesadaran untuk mengelola sampah yang kita hasilkan,” ujarnya.
Pada sosialisasi yang juga digelar di Kantor Camat Denpasar Selatan, Ibu Putri menekankan bahwa Pemerintah Provinsi Bali telah menerbitkan regulasi penting untuk mengurangi masalah sampah. Dua di antaranya adalah Peraturan Gubernur Bali Nomor 97 Tahun 2018 tentang Pembatasan Timbulan Sampah Plastik Sekali Pakai, serta Peraturan Gubernur Bali Nomor 47 Tahun 2019 tentang Pengelolaan Sampah Berbasis Sumber.
Namun, ia menekankan bahwa regulasi saja tidak cukup. Kesadaran masyarakat untuk bertanggung jawab atas sampah mereka sendiri adalah kunci. “Regulasinya sudah ada. Tinggal kita sebagai masyarakat, mau tidak mengambil peran? Jangan buang sampah sembarangan dan jangan saling menyalahkan. Kita punya tanggung jawab bersama,” ujarnya.
Sebagai langkah konkret, Ibu Putri memperkenalkan konsep “Teba Modern” dan “Tong Komposter” atau “Tong Edan.” Sampah dapur dapat diolah menjadi pupuk organik menggunakan tong tersebut, sedangkan sampah organik dari halaman seperti daun atau sisa canang dapat diolah melalui Teba Modern.
Dengan hasil berupa pupuk organik, masyarakat diajak untuk memanfaatkan sampah mereka secara produktif. “Dengan semangat ‘Dari Rumah, untuk Bumi,’ mari kita ambil tanggung jawab secara aktif dan mandiri tanpa bergantung pada sistem pengangkutan sampah terpusat,” ajaknya.
Menutup arahannya, Ibu Putri kembali mengingatkan pentingnya peran prajuru adat dalam menjaga kebersihan pantai. Ia berharap aturan dan sosialisasi dapat mendorong masyarakat membawa pulang sisa upakara dari pantai. Langkah ini, menurutnya, adalah wujud tanggung jawab bersama untuk menjaga kebersihan dan kelestarian Bali.[*]