Bangli, mediapelangi.com – Dalam upaya menekan angka kemiskinan melalui pemenuhan kebutuhan pokok akan tempat tinggal yang layak belum bisa terpenuh.Ada saja warga yang hidupnya dibawah garis kemiskinan yang tak pernah tuntas. Realita tersebut memang tidak bisa dihindari .Sudah banyak yang mendapat bantuan bedah rumah. Namun angka kemiskinan tetap saja banyak dan tersebar di semua dusun di Bangli. Seperti yang dialami warga miskin Sang Made Dana (80) warga Dusun Kebon Kaja,Desa Peninjoan,namun tinggal diwilayah Dusun Kubusuih,Desa Yangapi,Tembuku Bangli. Dia harus rela berteduh di rumah tua beratap alang-alang dan sudah bocor, dengan dinding gedek yang menjadi satu dengan dapur. Makanya Sang Made Dana tidur berdampingan dengan alat-alat dapur seperti ember,piring, bahkan kayu api. Tapi masih bakal lebih fatal lagi bila bangunan tua berlantai tanah itu kini bakal roboh .Sedangkan rumah tinggal anaknya bangunanpun berdinding gedek lantai tanah. Dia mengaku tak nyaman tidur di dapur saat hujan air masuk menetes masuk karena bocor. Tetapi apa boleh buat, dia benar-benar tak berdaya.Jangankan untuk membangun rumah sementara listrik aliran hanya dapat sambungan dari tetangga , isi perut hanya mengandalkan dari buruh nyabit, hasilnya minim. Sementara anaknya Sang Made Negara (34) bersama menantu Sang Ayu Nyoman Sutriani(31) serta cucunya Sang Ayu Kompiang Ratni(11) dan Sang Gede Darmayuda(5).
Saat Mediapelangi bertandang kerumahnya Selasa(15/08/2017) hanya ada Sang Ayu Nyoman Sutriani sedang menggendong anak keduanya yang lagi sakit saat itu suaminya, Sang Made Negara sedang tak ada di rumah hanya ditemani mertua, sedangkan suaminya sedang bekerja angkut kayu. Itupun kalau ada yang mengajak ,kadang-kadang dapat kadang tidak . Karena itu, dirinya mengaku pasrah dengan kondisi rumahnya yang difungsikan untuk tempat tidur sekaligus dapur tersebut. “Perbaikan yang bisa tyang lakukan sebatas memperbaiki atap yang bocor dan dinding gedeg yang rusak yang sudah usang”ungkap Sang Made Dana
Sementara itu menurut pengakuan Sang Ayu Nyoman Sutriani soal rastra mereka menerima tiap bulan,sedangkan untuk kartu sehat belum dapat setelah JKBM dihentikan setiap berobat ke Puskesmas mereka bayar”Setiap berobat kepuskesmas selalu bayar,kemarin saja untuk beli sirup bayar Rp 10 ribu”ujarnya.
Lanjut Sutrisni mengatakan, untuk memenuhi segala kebutuhan sehari-hari pihaknya hanya mengandalkan suaminya yang menjadi buruh serabutan menjadi tukang angkat kayu. Kata dia, untuk penghasilan yang didapatnya tidak menentu, karena tidak setiap hari suaminya bekerja. “Suami saya kadang-kadang dapat meburuh ngangkat kayu. Sekali bekerja hanya dapat upah Rp 70 ribus saja. Itu untuk memenuhi segala kebutuhan hidup. Seminggu palingan bekerja 3-4 kali saja. Seperti sebelumnya sebulan tidak dapat bekerja. Karena suami tidak bekerja saya yang bekerja menyabit rumput upahnya tidak begitu banyak cuma dapat Rp 20 ribu saja,” ungkapnya. (*mp)