Tabanan (Mediapelangi.com)-Sejak adanya arus pengungsi akibat erupsi Gunung Agung di Karangasem Bali, beberapa hari lalu, puluhan anggota asosiasi Insan Perunggasan Rakyat Indonesia (Pinsar Layer) wilayah Tabanan secara spontan menyumbang ribuan telor ayam untuk membantu kebutuhan konsumsi para pengungsi warga Karangasem yang ada di wilayah Tabanan.
Seperti dikatakan oleh Koordinator Pinsar Layer wilayah Tabanan Darma Susila, sejak minggu lalu kami sudah berbagi informasi ke anggota untuk turut membantu para pengungsi, anggota kami langsung sepakat, semua anggota di masing-masing kabupaten juga melakukan hal yang sama,. Dalam hitungan 1 hari kami di wilayah Tabanan sudah berhasil mengumpulkan 6000 telor ayam. Namun berdasarkan informasi dari petugas Posko kebutuhan telor per minggu sekitar 3000 butir untuk kebutuhan 500 orang pengungsi, makanya pengiriman kami lakukan secara bertahap, hari ini Minggu (24/9/2017) kami kirim 3000 butir dulu ke Posko I untuk kebutuhan satu minggu kedepan, terang Darma Susila saat ditemui di rumahnya di Buruan Penebel.
Pinsar Layer adalah asosiasi nasional yang anggotanya para peternak ayam potong dan petelor. Di wilayah Tabanan Pinsar Layer anggotanya baru peternak ayam petelor saja dengan jumlah anggota sekitar 100 an peternak dan sebagian besar berada di wilayah Kecamatan Penebel dengan total populasi ayam petelor saat ini mencapai 1,5 juta ekor.
Darma Susila menambahkan, kami berempati dengan nasib krama Bali yang mengungsi ke beberapa wilayah. Tidak itu saja kami juga prihatin dengan nasib teman-teman kami sesama peternak ayam petelor khususnya yang ada di wilayah Desa Subudi Kec. Selat Karangasem karena tidak bisa lagi melanjutkan usahanya. Di Desa Subudi saja ada puluhan peternak dengan populasi sekitar 500 ribu ekor ayam petelor. Di informasikan ke kami mereka terpaksa menjual ayamnya yang masih produktif dengan harga rendah, per 1000 ekor dijual hanya 30 juta saja, padahal ayam yang afkir saja bisa laku antara Rp. 30.000,- s.d Rp. 40.000,-, imbuhnya.
Lanjut Darma Susila, Investasi ayam petelor per 1000 ekor mencapai Rp. 90 Juta untuk ayamnya saja, sedangkan investasi di kandang per 1000 ekor mencapai Rp. 40 juta, jadi total investasi Rp. 130 juta. Karena harus mengungsi banyak ayam petelor yang masih berusia 18-40 minggu terpaksa di jual oleh pemiliknya. Padahal puncak produksi ayam petelor terjadi pada umur 26-50 minggu dengan rata-rata produksi 90-95% dari jumlah ayam yang ada atau per 1000 ekor ayam bisa memproduksi telor sekitar 900-950 butir per hari walau secara umum peternak hanya merata-ratakan produksi telor secara normal pada angka 80% saja atau per 1000 ekor bisa diperoleh telor sebanyak 800 butir dengan harga rata-rata per butir Rp. 1.100,- . Atas situasi yang sulit ini, kini beberapa temannya sesama peternak merasa kebingungan apalagi sebagain modal investasi diperoleh dari kredit bank, jelas mereka akan kesulitan memenuhi kewajiban bank. “Mudah-mudahan pihak BI bisa mengambil kebijakan untuk membantu nasib peternak ayam petelor di wilayah Karangasem yang merugi akibat terdampak erupsi Gunung Agung, pungkas Darma Susila. (*/mp)