fbpx

Jajaran Kejaksaan Tinggi Gelar Gathering Bersama IWO dan AMO Bali

Denpasar (Mediapelangi.com)-Seiring perkembangan teknologi informasi, maka bisa dikatakan bahwa keberadaan media online berada dalam posisi sebagai generasi ketiga, generasi millennium dan generasi futuristik. Keyakinan itu disampaikan langsung oleh Assintel Kejati Bali, Ery Satriana, SH.M.Hum di agenda media gathering jajaran Kejati Bali, bersama Ikatan Wartawan Online (IWO) Bali dan Asosiasi Media Online (AMO) Bali belum lama ini.

Lahir dan diterimanya keberadaan Media Online di tengah masyarakat, tentunya kata Ery Satriana, karena terbentuk oleh kerangka kemampuan berpikir, seiring semakin meningkatnya kecerdasan masyarakat itu sendiri. Mengapa disebut generasi ketiga? Karena media online sebagai media berbasis teknologi informasi.

“Dalam hal ini media online terbukti mampu menyebarkan informasi lebih cepat. Bayangkan saja, ketika satu berita saja di share ke media sosial, maka saat itu juga kecepatan penyebaran informasi dan daya jangkaunya jauh lebih cepat dan lebih luas,” jelasnya.

Kembali dilanjutkan, hadirnya internet dan perkembangan teknologi ponsel pintar membentuk cara membaca berita dari generasi ke generasi. Dicontohkan, antara generasi kelahiran tahun 1990 an, tentu berbeda dengan dua generasi sebelumnya, dalam hal kebiasaan mengakses berita. Mereka yang dulu terbiasa membaca koran tiap pagi kini perlahan menggantinya dengan mengecek apa yang terjadi lewat ponsel. Dan perubahan ini, mau tak mau, membuat industri media harus beradaptasi. Media-media sekarang tidak bisa terus mengandalkan pembaca-pembaca tua.

“Saya punya saran, sudah saatnya IWO Bali dan AMO Bali bisa mengambil tempat. Tingkatkan terus kapabilitas, kemampuan, intelektual, kompetensi dan transparansi. Karena saya yakin, pangsa pasar Media Online sangat bagus. Ketika rekan IWO Bali menyajikan berita kapable, beritanya bertanggung jawab, maka seluruh masyarakat pasti akan mencarinya,” tegas Ery Satriana.

Sebagaimana diketahui, Remotivi, lembaga studi dan pemantauan media, pernah melakukan riset mengenai sistem penyiaran yang berpusat di Jakarta pada 2014. Ia menunjukkan berita di 10 stasiun televisi swasta, meski bersiaran secara “nasional”, hanya melayani penonton dari Jakarta secara khusus dan Pulau Jawa secara umum. Riset itu mendapati 73 persen berita berdimensi “nasional” di televisi berasal dari Jabodetabek.

Sementara itu di Jakarta dan kota-kota besar dunia lain, perusahaan media cetak mengalami penurunan sirkulasi seiring penetrasi internet yang meningkat. Berdasarkan data Serikat Perusahaan Pers (dulu bernama Serikat Penerbit Suratkabar), pertumbuhan oplah koran melambat sejak 2011. Pada 2011, pertumbuhan oplah harian hanya 5,85 persen. Pada 2012, pertumbuhannya semakin melambat: hanya 2,69 persen.

“Sekali saya pastikan, kalian (media online) adalah generasi ketiga, generasi millenium dalam jurnalistik. Manfaatkan momentum ini, saya yakin nanti semua berita muaranya kesini (media online) kok. Tingkatkan kemampuan, karena orang yang memiliki kemampuan pasti akan punya tempat. Dan ingat, eksistensi itu terbentuk dalam tanggung jawab dan transparansi,” tutupnya. (*/mp)

Berita Terkait
error: Konten ini terlindungi.