Denpasar (Mediapelangi.com)-Pengamat Keuangan Sephy Lavianto SE, MM mengungkapkan bahwa pengetahuan dan kecakapan literasi (kemampuan menganalisa) keuangan masyarakat Bali masih sangat rendah. Ini disebabkan oleh minimnya sosialisasi tentang literasi keuangan yang dilakukan oleh Otoritas Jasa Keuangan (OJK).
Hal tersebut diungkapkannya dalam seminar bertajuk Mapan Zaman Now yang berlangsung di Denpasar, Sabtu (28/10/2017).
Akibat rendahnya pengetahuan literasi keuangan membuat masyarakat tidak mempunyai perencanaan dalam pengelolaan keuangan yang matang. Hingga tak sedikit akhirnya masyarakat terjerat tipu daya rentenir dan investasi bodong.
“Yang sederhana saja, masih banyak masyarakat yang belum bisa membedakan antara tabungan dengan investasi. Mereka masih menyamakan bahwa tabungan itu iya ivestasi. Padahal beda,” sebutnya menegaskan.
Menurutnya tabungan adalah simpanan yang digunakan untuk keadaan keuangan yang mendesak dan darurat. Sedang investasi justru sesuatu hal yang bisa menjadi sumber penghasilan lain.
Selanjutnya ia menjelaskan sejumlah produk investasi yang sebetulnya bisa diakses dengan dengan mudah oleh masyarakat, seperti saham, reksadana, obligasi juga produk tabungan emas dari Pegadaian.
“Tapi sayangnya masyarakat banyak yang tidak tahu. Iya karena minimnya sosialisasi tadi. Padahal ada yang namanya tabungan saham, hanya dengan Rp 100 ribu atau Rp 1 juta saja sudah punya investasi. Buka account-nya juga mudah,” jelasnya.
Dengan memiliki kecakapan literasi, masyarakat tidak hanya akan mengandalkan sumber penghasilan mereka dari yang bersifat konvensional saja, seperti gaji atau usaha bisnis. “Jadi sumber penghasilannya tidak dari yang itu-itu saja,” tegasnya.
Selain itu dengan tingkat kecakapan literasi masyarakat yang tinggi akan berdampaknya luas hingga mampu menggerakan perekonomian yang sedang lesu seperti sekarang ini.
“Misalnya masyarakat sudah banyak yang berinvestasi saham, meski mereka berinvestasi dalam jumlah uang kecil. Tapi dengan begitu bisa membeli saham dari perusahaan-perusahaan yang sahamnya murah, sehingga dunia usaha bisa bergeliat lagi,” jelasnya.
Oleh karena itulah dirinya terus tergerak melakukan sosialisasi literasi keuangan dengan menggandeng sejumlah komunitas masyarakat di Bali. Hanya saja ia mengaku tidak bisa bekerja sendiri, perlu dukungan dari berbagai pihak khususnya OJK sebagai institusi pemerintah yang bertugas untuk itu. “Iya belum ada digandeng OJK. Yang jelas kami sebagai elemen masyarakat ingin membantu,” akunya.
Pihaknya tak cuma melakukan sosialisasi melalui seminar dan diskusi-diskusi tetapi juga melalui jejaring media sosial. “Justru sosialisasi di media sosial masih sangat lemah dilakukan oleh OJK,” kritiknya. (*/mp)