TABANAN, MEDIAPELANGI.com – Puluhan krama warga Desa Adat Banjar Anyar, Kecamatan Kediri, Tabanan geruduk Kantor Pengadilan Negeri (PN) Tabanan, Selasa (5/4/2022)
Puluhan Krama berpakaian adat berteriak lantang dengan membentangkan spanduk bersama tim advokasi mendatangi Pengadilan Negeri (PN) Tabanan.
Kedatangan mereka untuk menggugat sebuah Bank BPR di Denpasar dan tiga pihak terkait lainnya ke Pengadilan Negeri Tabanan. Gugatan ini terkait dengan hendak dieksekusinya lahan milik desa adat Banjar Anyar oleh BPR tersebut karena telah dijual melalui lelang.
Sidang berkaitan dengan lahan milik Desa Adat yang digugat yaitu, pihak yang mengaku sebagai ahli waris, Badan Pertanahan Kabupaten Tabanan, dan Kantor Pelayanan Kekayaan Negara dan Lelang Denpasar.
“Pihak yang IGD S, mengaku sebagai ahli waris almarhum Ni Nengah Sulatri. Dia adalah penjamin ketika krama desa adat Banjar Anyar almarhum Ni Nengah Sulatri meminjam uang atau kredit di salah satu BPR.
Almarhum sendiri sesungguhnya Putung atau tidak memiliki penerus adat. Anak pertamanya menikah ke luar atau nyentana. Sementara anak ke-dua meninggal dunia pada usia muda,” beber Ketua Tim Kuasa Hukum Desa Adat Banjar Anyar, I Gede Putu Sudharma.
ini menambahkan bahwa belakangan diketahui jika pihak yang mengaku ahli waris, diduga menggunakan KTP palsu. “Setelah ditelusuri, pihak yang mengaku sebagai ahli waris adalah orang lain yang tinggal di luar Desa Adat Banjar Anyar. Inisialnya IPP. Fotonya sama, namanya berbeda,” bebernya.
Sementara itu, Kuasa Hukum Desa Adat Banjar Anyar lainnya, I Wayan Adi Aryanta menegaskan, bahwa Banjar Adat dan Desa Adat adalah Kesatuan Masyarakat Hukum Adat yang diakui dan dilindungi oleh Pasal 18B ayat (2) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945.
Terlebih Desa Adat sudah diakui sebagai Subjek Hukum dengan Terbitnya Perda Provinsi Bali Nomor 4 tahun 2019 tentang Desa Adat di Bali.
“Kami menyarankan kepada Desa Adat agar menempuh cara-cara legal dalam memperjuangkan hak-hak masyarakat adat. Hindari menggunakan cara-cara kekerasan. Desa adat kan sudah memiliki legal standing untuk mengajukan gugatan ke Pengadilan. Desa Adat di Bali adalah bagian yang tidak terpisahkan dari Pemerintahan dalam kerangka Negara Kesatuan Republik Indonesia,” ujarnya.
Penggugat melalui Pengadilan Negeri Tabanan kemudian akan menuntut agar pihak-pihak Ahli Waris atau pihak-pihak ahli waris yang sah yang kemudian menanggung hutang pada bank BPR.
Sementara itu, karena Ni Nengah Sulatri semasa hidupnya menempati tanah adat/tanah ayahan desa (Tanah Pekarangan Desa/PKD) yang kemudian dinyatakan putung, maka tanah tersebut sudah seharusnya dikembalikan kepada Desa Adat.
Almarhum Ni Nengah Sulatri justru mengkonversi tanah adat menjadi tanah milik pada tahun 2004 menjadi SHM Nomor 6018/2004/Banjar Anyar atas nama Ni Nengah Sulatri, yang kemudian diganti dengan SHM Nomor 6607/2007/Banjar Anyar seluas 469 M2 berdasarkan surat ukur nomor 3348/Banjaranyar/2006 Tanggal 22-12-2006. Sehingga perbuatan tersebut patut diduga sebagai perbuatan melawan hukum, karena bertentangan dengan Undang-Undang Pokok Agraria.
Para penggugat sebelumnya mengajukan keberatan kepada Tergugat II, atas dikonversinya Tanah Adat tersebut menjadi Tanah Milik. Namun, BPN/Kantor Pertanahan Kabupaten Tabanan tidak dapat memberikan jalan keluar.
Patut diduga pihak yang mengaku sebagai ahli waris telah menikmati hasil dari SHM Nomor 6018/2004/Banjar Anyar yang kemudian diganti dengan SHM Nomor 6607/2007/Banjar Anyar atas nama Ni Nengah Sulatri, seluas 469 M2 berdasarkan surat ukur nomor 3348/Banjaranyar/2006 Tanggal 22-12-2006. Dimana Ahli Waris menggunakan sertifikat tanah tersebut sebagai jaminan kredit/pinjaman pada Bank BPR .
Para Penggugat kemudian meminta pertanggungjawaban para pihak sehingga meminta kepada Pengadilan Negeri Tabanan agar memutuskan ; untuk mengembalikan tanah SHM nomor SHM Nomor 6018/2004/Banjar Anyar yang kemudian diganti dengan SHM Nomor 6607/2007/Banjar Anyar seluas 469 M2 berdasarkan surat ukur nomor 3348/Banjaranyar/2006 Tanggal 22-12-2006 menjadi Tanah Adat. Menghukum Para Tergugat untuk membayar kerugian in-materiil Penggugat I dan Penggugat II senilai Rp 1 miliar.
Bendesa Adat Banjar Anyar I Made Raka mengatakan, tanah yang digugat tersebut adalah milik Desa Adat Banjar Anyar yang sudah di sertifikatkan pribadi dan dijadikan agunan di salah satu Bank Perkreditan Rakyat (BPR) di Denpasar.
Terkait kedatangan puluhan krama, kata Raka hal tersebut sebagai bentuk dukungan. “Krama kami datang karena mereka ingin mempertahankan tanah leluhurnya.
Desa Adat juga bersikukuh karena status lahan sudah masuk peta wilayah Banjar Anyar dan merupakan karang ayahan desa yang ditempati oleh warga.
Pihaknya akan tetap berupaya lahan tersebut dipertahankan. Dengan harapan kedepan tidak terjadi kembali kasus seperti ini. “Dengan melakukan pengawasan lebih ketat dengan direvisinya awig-awig menjadi tanah ayahan desa adat,”jelas Raka.
“Masyarakat Desa Adat Banjar Anyar mendatangi PN Tabanan, sebagai bentuk solidaritas masyarakat atas gugatan yang diajukan terhadap Bank BPR di Denpasar dan tiga pihak terkait lainnya ke Pengadilan Negeri Tabanan hendak dieksekusinya lahan milik desa adat Banjar Anyar,”ungkapnya.[mp]