JAKARTA, MEDIAPELANGI.com – Anggota Komisi X DPR RI Ledia Hanifa Amaliah menilai pemerintah daerah mengkhawatirkan terjadi defisit APBD jika penggajian guru Pegawai Pemerintah dengan Perjanjian Kerja (PPPK) diambil dari anggaran pemerintah pusat namun tanpa penambahan Dana Alokasi Umum (DAU). Diketahui, para guru yang berasal dari Honorer K-II ini mendapatkan gaji yang berasal dari pemerintah pusat, sedangkan tunjangan dari APBD murni.
Namun, anggaran DAU yang masuk ke dalam APBD tersebut tidak bertambah, padahal komponen untuk pengeluarannya bertambah untuk membiayai Guru PPPK tersebut. Hal itu disampaikan Ledia usai mengikuti Kunjungan Kerja Spesifik Bidang Pendidikan Komisi X DPR RI ke Kabupaten Langkat dalam rangka pengawasan Formasi GTK-PPPK dan Kurikulum Prototipe/Merdeka Belajar, di Langkat, Sumatera Utara, Sabtu (9/4/2022).
“Misalnya, tadinya DAU A ditambah gaji B, maka jadinya A+ B jadi C. Tapi, ini jumlah DAU-nya sama atau nambah sedikit, harus dikurangi dengan gaji PPPK. Sehingga, akhirnya perolehan atau pendapatan daerah jadi lebih kecil yang didapat dari DAU,” ujar Ledia memberikan ilustrasi kepada Parlementaria.
Di sisi lain, sambung Ledia, pemda tidak mau defisit karena masih banyak pembangunan yang harus diselesaikan dengan menggunakan DAU tersebut. Kekhawatiran inilah yang kemudian menyebabkan pemda akhirnya menimbulkan untuk mengusulkan jumlah formasi Guru PPPK yang lebih banyak ke Panitia Seleksi Nasional (Panselnas) Program 1 Juta Guru PPPK.
“Sehingga, ini jadi menimbulkan keraguan bagi pemerintah daerah, kalau nanti defisit bagaimana? Kalau ternyata yang terbayarkan cuma 6 bulan, terus sisanya siapa yang mau bayarkan?” tanya Anggota Fraksi Partai Keadilan Sejahtera (F-PKS) DPR RI ini.
Diketahui, pemerintah telah menerapkan berbagai kebijakan dalam rangka meningkatkan kualitas pendidikan. Satu di antaranya adalah kebijakan Program 1 (Satu) Juta Guru PPPK. Program yang bertujuan untuk peningkatan kesejahteraan guru ini, hingga kini jumlah keseluruhan yang baru diusulkan oleh pemerintah daerah secara total hanya 570.589 formasi.
Bahkan, di Langkat sendiri, jatah pengangkatan guru honorer K-II menjadi PPPK hanya 2.500 orang. Namun, tercatat yang lolos seleksi hingga tahap akhir hanya 3 orang. Itu pun tercatat sejak lolos tes pada 2019, mereka belum menerima SK pengangkatan guru PPPK.
“Karena tadi pemerintah tidak berani kasih formasi. Karena tunjangannya dari APBD. Belum lagi nanti ada masalah guru yang mengajar di sekolah swasta ia diterima PPPK, harusnya dia masuk jadi guru negeri. Tetapi di swasta nya sudah dilepas karena tidak boleh ngajar lagi karena sudah diterima PPPK, tapi SK PPPK-nya belum keluar, Jadi tidak digaji di sana tidak di sini,” tutup Ledia. (rdn/sf)