TABANAN, MEDIAPELANGI.com – Untuk pertama kalinya, Subak Spirit Festival 2024 diselenggarakan di kawasan Jatiluwih, Penebel, Tabanan, Bali, dan menjadi festival pembuka (kick-off) yang diinisiasi oleh Kementerian Kebudayaan RI. Festival ini bertujuan untuk mengenalkan serta mengapresiasi warisan budaya Bali kepada masyarakat lokal dan wisatawan. Manajer DTW Jatiluwih, I Ketut Jhon Purna, menyampaikan bahwa festival ini menggambarkan komitmen Bali untuk melestarikan tradisi dan budaya pertanian berkelanjutan.
“Subak Spirit Festival adalah langkah nyata untuk menghidupkan kembali kebudayaan lokal sekaligus melestarikan sistem subak yang telah diakui dunia sebagai warisan budaya tak benda oleh UNESCO,” ujar Purna pada Minggu (10/11).
Festival yang digelar pada 9-10 November ini menyajikan berbagai kegiatan edukatif dan interaktif, seperti lokakarya Lelakut (orang-orangan sawah) dan Sunari (kerajinan daun kelapa), yang menarik minat generasi muda dan masyarakat sekitar untuk lebih memahami budaya tradisional Bali. Kegiatan unik lainnya adalah lomba menangkap belut, yang menciptakan suasana meriah dan menghidupkan kembali keterampilan tradisional yang sudah jarang dilakukan.
Berbagai pertunjukan budaya turut menyemarakkan festival ini, termasuk Tari Siat Sipat, Tari Jatayu, serta Tari Kontemporer Sejak Padi Mengakar yang menggambarkan siklus hidup padi sebagai sumber kehidupan bagi masyarakat Bali. Pertunjukan wayang kulit dan tarian Joged Bumbung juga menjadi daya tarik utama, diiringi oleh musik akustik dari Gede Robi (Navicula) dan irama reggae dari Joni Agung & Double T yang menambah semangat festival.
Jatiluwih dipilih sebagai lokasi perdana festival ini, dan Kementerian Kebudayaan RI berencana mengadakan acara serupa setiap tahun. Lebih dari 200 warga lokal terlibat dalam pelaksanaan acara ini. “Festival ini adalah upaya untuk membangkitkan kembali budaya dan tradisi pertanian yang hampir punah,” ungkap Purna. Ia menambahkan bahwa minat wisatawan domestik meningkat tajam, dengan kunjungan mencapai 1.500 orang di hari puncak festival, berkat kehadiran penyanyi-penyanyi pop Bali yang terkenal.
Lebih lanjut Purna menyampaikan bahwa festival ini bertujuan untuk mengedukasi anak-anak sekolah agar mereka bisa merasakan langsung kehidupan petani di Bali. “Anak-anak sekolah diajak untuk mengenal dan merasakan sendiri kehidupan petani di sawah. Mereka tidak hanya mengikuti lomba menangkap belut atau workshop Lelakut dan Sunari, tetapi yang terpenting adalah mereka bisa melihat langsung bagaimana kondisi sawah, merasakan lumpur, teriknya matahari, bahkan hujan,” ujar Purna.
Festival ini diharapkan dapat menginspirasi generasi muda untuk lebih menghargai dan melestarikan budaya lokal, sekaligus meningkatkan daya tarik wisata budaya di Bali.[ka]