JAKARTA, MEDIAPELANGI.com – Bupati Tabanan I Komang Gede Sanjaya hadir sebagai narasumber dalam Seminar Nasional bertajuk Ketahanan Pangan Sebagai Pilar Pengentasan Kemiskinan Berbasis Kearifan Lokal yang berlangsung di Gedung IASTH UI, Kampus Universitas Indonesia Salemba, Jakarta Pusat, Jumat (21/11).
Kegiatan ini merupakan rangkaian Dies Natalis ke-42 Program Studi Kajian Ketahanan Nasional, Departemen Kajian Stratejik Ketahanan dan Keamanan, Sekolah Pascasarjana Pembangunan Berkelanjutan Universitas Indonesia, bekerja sama dengan Badan Percepatan Pengentasan Kemiskinan RI.
Acara dihadiri oleh Direktur Sekolah Pascasarjana Pembangunan Berkelanjutan Universitas Indonesia, Wakil Kepala Badan Percepatan Pengentasan Kemiskinan RI, civitas akademika UI, serta menghadirkan dua narasumber lain, yakni Bupati Solok, Sumatra Barat, Jon Firman Pandu, dan Ketua Departemen Kajian Stratejik Ketahanan dan Keamanan SPPB UI, Palupi Lindiasari Samputra.
Seminar ini mengangkat isu strategis mengenai urgensi ketahanan pangan sebagai landasan pengentasan kemiskinan, khususnya melalui penguatan nilai-nilai kearifan lokal.
Wakil Kepala Badan Percepatan Pengentasan Kemiskinan RI, Ir. Iwan Sumule, menegaskan bahwa Indonesia memiliki “harta karun” berupa praktik-praktik berbasis kearifan lokal yang terbukti mampu memperkokoh ketahanan pangan. Ia mencontohkan sistem Subak di Bali, jaringan irigasi yang berpijak pada filosofi Tri Hita Karana, serta praktik persawahan tradisional Solok yang mencerminkan gotong royong. “Nilai-nilai ini adalah fondasi kuat ketahanan pangan bangsa,” ungkapnya.
Dalam paparannya, Bupati Sanjaya menegaskan bahwa Subak merupakan sistem pengelolaan air berbasis gotong royong yang telah bertahan berabad-abad dan menjadi fondasi ketahanan pangan masyarakat Bali. Sanjaya menjelaskan bahwa Subak tidak hanya merupakan teknik irigasi, tetapi mengandung nilai spiritual dan tata kelola berbasis adat.
“Subak adalah organisasi tata kelola air berbasis gotong royong yang hingga kini masih dipegang teguh. Tradisi ini dijaga melalui awig-awig dan hukum adat sehingga ketahanan pangan di Kabupaten Tabanan dapat dipertahankan secara berkelanjutan,” ujarnya.
Ia juga menegaskan bahwa nilai-nilai kearifan lokal tersebut sejalan dengan Asta Cita Presiden Prabowo Subianto, yang menempatkan ketahanan pangan sebagai prioritas pembangunan nasional. Dengan bentang alam yang subur dan lengkap—dari gunung, danau, hingga laut—Tabanan disebut telah mencapai posisi sebagai lumbung pangan Bali.
Sebagai contoh konkret, Sanjaya menyebut Desa Jatiluwih di Tabanan yang telah ditetapkan UNESCO sebagai Warisan Dunia (World Heritage). “Itu adalah salah satu warisan kearifan lokal yang telah diwariskan oleh para leluhur,” tegasnya.
Lebih lanjut, Bupati Sanjaya mengaitkan sistem Subak dengan filosofi Tri Hita Karana yang menekankan keseimbangan antara hubungan manusia dengan Tuhan, alam, dan sesama. Ia menilai bahwa keberlanjutan ketahanan pangan Bali tidak dapat dipisahkan dari nilai-nilai lokal ini.
“Ajaran-ajaran kearifan lokal yang diwariskan oleh para leluhur sangat berkorelasi dengan ketahanan pangan yang menjadi kebijakan nasional saat ini,” ujar Sanjaya.
Di tengah pesatnya pertumbuhan pariwisata Bali, Sanjaya menegaskan bahwa Tabanan tetap memprioritaskan sektor pertanian. Ia bahkan mengajak generasi muda agar kembali mencintai dunia pertanian sebagai profesi mulia.
“Sektor pertanian adalah pekerjaan yang sangat mulia, persembahan kepada alam semesta. Pariwisata adalah bonus,” imbuhnya.
Melalui forum akademis ini, ditegaskan bahwa kajian ketahanan nasional sejalan dengan arah pembangunan Indonesia di bawah kepemimpinan Presiden Prabowo Subianto yang menekankan keberlanjutan dan percepatan pengentasan kemiskinan.
Seminar ini diharapkan memperkuat kerja sama antara pemerintah daerah dan akademisi UI dalam riset strategis terkait ketahanan pangan, sehingga terbentuk masyarakat tangguh yang mampu mengakses pangan secara berkelanjutan.[*]
Dapatkan Update Terbaru!
Ikuti kami agar tidak ketinggalan info terbaru. GRATIS!!!











