JAKARTA, MEDIAPELANGI.com – Ketua MPR RI Bambang Soesatyo menekankan masa depan Indonesia pasca-pandemik COVID-19 bukan berada di pusat bisnis perkotaan namun ada di desa sebagai penyedia utama pangan.
“Pandemik COVID-19 telah membuka mata semua pemangku kebijakan, mulai pemimpin daerah hingga pusat sudah menyadari bahwa kedaulatan terhadap pangan harus diutamakan. Tidak bisa lagi Indonesia bergantung kepada impor pangan,” kata Bamsoet dalam keterangannya di Jakarta.
Hal itu dikatakan Bamsoet saat menerima Badan Komunikasi Nasional Desa se-Indonesia (BKNDI), di Ruang Kerja Ketua MPR RI, Jakarta, Rabu (29/7/2020).
Menurut dia, mencukupi kebutuhan pangan kepada 267 juta penduduk, sebenarnya bukan hal yang sulit karena Indonesia dianugerahi tanah yang subur untuk pertanian, laut yang luas untuk perikanan maupun udara segar untuk perkebunan.
Dia mengatakan tidak ada yang tidak bisa ditanam di Indonesia, tinggal bagaimana masyarakat Indonesia mengelola nya secara bijak.
“Karena itu gagasan Presiden Joko Widodo merealisasikan food estate dengan membuka lahan pertanian seluas 165.000 hektare di Kalimantan Tengah patut didukung,” ujarnya.
Dia menjelaskan laporan The Global Hunger Index tahun 2019 menempatkan Indonesia di peringkat ke-130 dari 197 negara dengan tingkat kelaparan serius, dan diperkirakan 8,3 persen populasi tidak mendapat gizi cukup, serta 32,7 persen anak balita mengalami stunting atau kekerdilan.
Menurut dia, apabila di masa normal saja kondisi pangan bisa sesulit itu, apalagi di kondisi pandemik COVID-19, misalnya, Badan Pangan Dunia (FAO) sudah memperingatkan adanya krisis pangan dunia akibat terganggunya jalur supply karena pandemik COVID-19.
“Kejadian tersebut menjadi cambuk bagi Indonesia untuk serius membenahi sektor pangan. Pembangunan desa harus digenjot sehingga para pemuda tak lagi melakukan urbanisasi. Pemuda harus bangga menjadi petani,” tuturnya.
Bamsoet yang merupakan Wakil Ketua Umum KADIN Indonesia itu menjelaskan, dengan luas lahan mencapai 570.000 km persegi, sektor pertanian belum mampu mempersembahkan yang terbaik, salah satunya karena impor yang merajalela.
“Sejak tahun 1960-an hingga kini, Indonesia masih mengimpor beras. Sejak 1989, Indonesia juga mengimpor jagung,” ujarnya.
Padahal menurut dia, pemajuan sektor pertanian juga akan berdampak luas terhadap penerimaan devisa negara, serta mampu membuka banyak lapangan pekerjaan, yang pada akhirnya akan menanggulangi kemiskinan.
Dia mengatakan pandemik COVID-19 telah membawa pelajaran besar agar masyarakat tidak lagi meninggalkan sektor pangan.(ant)