DENPASAR, MEDIAPELANGI.com – Malam Jumat tatkala kajeng-kliwon memang selalu identik dengan nuansa menyeramkam. Namun malam ini bukan Jumat kajeng-kliwon melainkan pasah-kliwon. Dan nuansa di Kalangan Madya Mandala, Taman Budaya amat mencekam. Ada apa? Jumat (03/08/2018).
Dalam rangka memeriahkan Bali Mandara Mahalango ke-5, ada pementasan wayang calonarang oleh Sekaa Wayang Calonarang, Griya Sakti Telaga, Kerobokan kala itu. Mereka tidak hanya menampilkan pertunjukan wayang calonarang biasa. Melainkan ada sentuhan inovatif di dalamnya.
“Kali ini kami memadukan pentas pakeliran, yaitu pentas wayang kulit dengan pentas calonarang,” tutur Ketua Sanggar Seni Majalangu, I Made Agus Adi Santika.
Agus Adi pula menjelaskan dalam pementasan ini ada barong, tari rangda, dan diikuti prosesi watangan matah yang biasanya dari barong dan rangda itu adalah wujud tarian yang dipentaskan dalam pentas calonarang.
Pertunjukan wayang calonarang yang belakangan mulai surut penggemar oleh sebab munculnya berbagai alternatif hiburan lain menjadi alasan mendasar adanya kolaborasi itu.
Adalah Ida Bagus Sudiksa, Dalang Sekaa Wayang Calonarang, Griya Sakti Telaga, Kerobokan yang menggagas ide tersebut. Sebagai dalang, Ida Bagus Sudiksa paham betul bagaimana tugasnya dalam sebuah pertunjukan. Dirinya menuturkan, “seorang dalang disebut guru loka. Sehingga hendaknya seorang dalang dapat memberikan pembelajran bukan pembodohan baik agama, budaya, dan adat.”
Dalang itu kemudian membawa perenungan dengan menggambil kisah Bahula Duta sebagai tajuk dalam seni pertunjukannya.
Cerita itu mengisahkan tentang perjalanan Mpu Bahula dalam mengemban tugas yang diberikan oleh Mpu Beradah. Perjalanan itu bertujuan mengetahui keberadaan Lontar Pirgit yang menjadi suber kesaktian dari Walu Nata Ing Dirah dan sekaligus menjadikan Walu Nata Ing Dirah sebagai I Calonarang.
Di saat Lontar Pirgit itu diketahui sebagai Niscaya Lingga dan Nircaya Lingga, Empu Beradah akhirnya memerangi I Calonarang. Sebagai wujud pencampuhan Darma Sadu dengan Darma Weci.
Kisah Bhaula Duta mengandung filosofi rwa bineda – ada baik juga buruk–, juga sebab akibat, termasuk mengulas tantra yang sejatinya juga merupakan jalan menuju tuhan. Karena pada dasarnya banyak jalan menuju roma. Sekarang tergantung manusianya, karena hidup ini pada hakikatnya adalah memilih. Ida Bagus Sudiksa Menuturkan. (mp)