DENPASAR, MEDIAPELANGI.com – Peraturan Presiden Nomor 10 Tahun 2021 tentang Bidang Usaha Penanaman Modal sangat disambut baik oleh Pemerintah Provinsi Bali.
“Hadirnya Perpres ini untuk memperkuat regulasi kami di daerah, sekaligus untuk menata, memperkuat kearifan lokal kami di Bali yang bisa digeluti oleh masyarakat,” demikian kata Gubernur Bali, Wayan Koster saat menjadi narasumber nasional dalam acara Sapa Indonesia Malam di Kompas TV, Senin (1/3/2021) dengan tema ‘Polemik Perpres Penanaman Modal Soal Miras’.
Dihadapan Presenter Kompas TV Aiman Witjaksono, Gubernur Koster menjelaskan bahwa Alam Bali yang dianugerahi pohon kelapa, enau, (jaka), dan rontal (ental) ini, secara tradisional dapat menghasilkan Tuak sebagai sumber penghidupan bagi masyarakat setempat, yang kemudian Tuak ini juga bisa diproses menjadi gula, dan secara tradisional oleh masyarakat secara alami diproses menjadi Arak Bali yang telah berkembang dari jaman ke jaman dan secara turun temurun menjadi sumber penghidupan.
“Tetua kami di Bali menjadikan Arak sebagai minuman yang menyehatkan kehidupannya dengan mengkonsumsi secara terbatas, bukan untuk mabuk,” tegas Gubernur Bali yang tercatat sebagai alumnus ITB ini seraya menyatakan jadi sebelum berkebun mereka minum, mau tidur juga minum dengan takaran satu sloki atau setengah sloki. Itu orang akan menjadi sehat, yang tidak boleh itu mengkonsumsi secara bebas dan memperdagangkan secara bebas, sehingga mengakibatkan dampak negatif bagi masyarakat.
Sehingga sekali lagi saya tegaskan, dengan hadirnya Perpres ini akan membuka pelaku Industri Kecil Menengah (IKM) di masyarakat. Kami mengiginkan masyarakat dari hulu sampai di hilir dapat memanfaatkannya, sekaligus kami pandang untuk dapat memperkuat kearifan lokal kami di Bali yang bisa digeluti oleh masyarakat.
Disisi lain, mantan Anggota DPR-RI 3 Periode dari Fraksi PDI Perjuangan ini melihat tidak adanya ketidaksinkronan, dimana Bali sebagai destinasi wisata, kebutuhan mirasnya cukup tinggi bagi wisatawan. Sekarang ini dengan produksi yang ada, tercatat 92 persen miras yang beredar di Bali itu import, dan hanya 8 persen yang diproduksi di masyarakat lokal Bali.
“Kan ngak benar ini, kemudian nilainya Rp 7 triliun dari bea cukainya saja, belum lagi segi omsetnya. Jadi untuk menghindari praktek ilegal yang mensusahkan masyarakat, maka hadirnya Perpres ini untuk memperkuat regulasi kami di daerah untuk menata, bukan membolehkan secara bebas. Apalagi Arak dan Brem di Bali dipakai juga untuk sarana upakara keagamaan dan kesehatan masyarakat,” jelas Gubernur Bali asal Desa Sembiran, Buleleng ini.
Mengenai penjualan Arak Bali ini, Gubernur Koster menyatakan tidak boleh dijual secara bebas, seperti tidak boleh dijual ke sekolah dan tempat umum. Namun para petani Arak Bali ini yang akan membuat koperasi, dan dijual ke koperasi.
“Bapak lihat di gambar (televisi, red) ini orang yang naik kelapa, dari tahun ke tahun memang kehidupannya begini, dengan memanfaatkan sumber pohon kelapa, enau, rontal. Kalau itu dilarang sumber penghidupannya, mau hidup dimana orang,” tegasnya dihadapan Aiman Witjaksono.
Lebih lanjut Koster yang merupakan penggagas sekaligus pencipta lahirnya Pergub Bali Nomor 1 Tahun 2020 tentang Tata Kelola Minuman Fermentasi dan/atau Destilasi Khas Bali ini mengatakan, bahwa dirinya yang rutin minum Arak setiap hari bukan dimanfaatkan untuk mabuk. Namun, Wayan Koster menceritakan setiap minum Kopi selalu mencampur Kopi dengan Arak Bali setengah sloki. “Campuran Kopi dan Arak Bali ini membuat tubuh saya jadi sehat. Saya konsumsi setiap hari, tapi tidak untuk mabuk,” cerita pria kelahiran Desa Kuno di Kecamatan Tejakula, Buleleng ini.(red)