DENPASAR, MEDIAPELANGI.com – Tujuh puluh enam tahun yang lalu, Bung Karno berdiri di hadapan sidang umum Badan Penyelidik Usaha Persiapan Kemerdekaan Indonesia (BPUPKI), sejak sehari sebelumnya, diskusi tentang rumusan dasar negara belum juga menemukan titik terang. Tibalah giliran Bung Karno untuk menyampaikan buah pikiran.
“Tanpa menggunakan teks, Bung Karno menguraikan lima hal yang menurutnya adalah landasan filosofis dasar dan cara pandang bagi negara Indonesia merdeka. Kelima hal yang menjadi landasan idiil Indonesia Merdeka tersebut kemudian diberi nama Pancasila. Sehingga saat itu, paparan Bung Karno diterima secara aklamasi dan pada 1 Juni 1945 itulah Pancasila Lahir,” demikian pidato yang disampaikan Gubernur Bali, Wayan Koster saat membuka peringatan Bulan Bung Karno III Provinsi Bali, Selasa (Anggara Paing, Langkir) tanggal 1 Juni 2021 di Gedung Ksirarnawa, Taman Budaya, Denpasar.
Lebih lanjut, Ketua DPD PDI Perjuangan Provinsi Bali ini menyampaikan, bahwa sehari setelah Proklamasi Kemerdekaan Republik Indonesia, 18 Agustus 1945, Pancasila ditetapkan sebagai Dasar Negara Republik Indonesia. Sebuah ideologi dan landasan filosofis Bangsa dan Negara dalam menjaga persatuan dan kesatuan Indonesia merdeka.
“Sebuah negara bangsa yang terdiri dari 300 suku bangsa, memiliki 700 bahasa, dan 17.000-an pulau. Tanpa adanya sebuah ideologi dasar dan landasan filosofis seperti Pancasila, tentunya akan sulit membayangkan bagaimana perjalanan bangsa kita ini untuk mencapai tujuan bernegara sebagaimana diamanatkan dalam konstitusi Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945,” jelas Koster yang disambut tepuk tangan.
Kata Gubernur Koster, sambungnya, Peringatan Hari Lahir Pancasila pada 1 Juni oleh Pemerintah Provinsi Bali, sejak 2019 juga dirangkai dengan Perayaan Bulan Bung Karno Provinsi Bali. Karena pada bulan Juni, hal-hal fundamental dan sakral terjadi, dimulai dari pada tanggal 1 Juni sebagai Hari Lahir Pancasila; 6 Juni Hari Lahir Bung Karno; dan 21 Juni hari Wafat Proklamator Bung Karno.
Untuk mengenang, menghormati, dan memaknai hari-hari penting tersebut, Gubernur Bali telah mengundangkan Peraturan Gubernur Bali Nomor 19 Tahun 2019 tentang Bulan Bung Karno di Provinsi Bali. Tahun ini merupakan penyelenggaraan Bulan Bung Karno yang ke-3.
“Perlu Saya sampaikan bahwa dari 636 Desa di Bali sebanyak 427 Desa (67%) menyelenggarakan kegiatan Bulan Bung Karno,” tambahnya dihadapan Wakil Gubernur Bali Tjokorda Oka Arta Ardhana Sukawati, Sekda Dewa Made Indra,Ketua TP PKK dan Dekranasda Provinsi Bali, Ny Putri Koster, Ketua BKOW Bali Ny Tjok. Putri Hariyani Sukawati,Bupati/Walikota se-Bali, Kapolda Bali, Bendesa Agung, beserta stakeholder maupun instansi terkait dan forkompimda secara live streaming melalui youtube dari Gedung Ksirarnawa.
Sehingga pada tahun 2022, Gubernur Bali berharap semua Desa sudah bisa melaksanakan Bulan Bung Karno.
Selain sebagai wujud penghormatan dan bhakti kepada Bung Karno, Bapak Pendiri Bangsa yang telah merumuskan dasar negara kita, penyelenggaraan Bulan Bung Karno di Provinsi Bali yang pelaksanaannya juga sampai ke Kabupaten/Kota, Kecamatan, hingga Desa/Kelurahan ini memiliki tujuan mulia, yaitu Pertama, mengarusutamakan Pancasila dalam kehidupan masyarakat Bali dalam berbangsa dan bernegara. Kedua, meningkatkan pemahaman masyarakat Bali tentang sejarah, filosofi dan nilai-nilai Pancasila. Ketiga, memperkokoh semangat kebangsaan dan inklusi sosial di tengah kontestasi nilai (ideologi) dan kepentingan yang mengarah kepada menguatnya kecenderungan politisasi identitas.
Keempat, membangkitkan dan memelihara memori kolektif masyarakat Bali tentang ketokohan dan keteladanan Ir. Soekarno sebagai penggali Pancasila dan Proklamator Kemerdekaan Republik Indonesia.
Kelima, memperkuat institusionalisasi nilai-nilai Pancasila, dan Spirit perjuangan Bung Karno sesuai dengan kearifan lokal masyarakat Bali.
Mengenai Tema Bulan Bung Karno Provinsi Bali tahun ini mengambil tema yakni, Wana Kerthi: Taru Prana Bhuwana (Pohon sebagai Nafas Bumi), yang sejalan dengan Visi Nangun Sat Kerthi Loka Bali, melalui Pola Pembangunan Semesta Berencana menuju Bali Era Baru. Yang artinya, menjaga kesucian dan keharmonisan alam Bali beserta isinya, untuk mewujudkan kehidupan Krama Bali yang sejahtera dan bahagia sakala-niskala, menuju kehidupan Krama dan Gumi Bali sesuai dengan prinsip Tri Sakti Bung Karno; Berdaulat secara Politik, Berdikari secara Ekonomi, dan Berkepribadian dalam Kebudayaan, melalui Pembangunan Secara Terpola, Menyeluruh, Terencana, Terarah, dan Terintegrasi dalam Bingkai Negara Kesatuan Republik Indonesia berdasar Nilai-nilai Pancasila 1 Juni 1945.
“Tema ‘Wana Kerthi’ Taru Prana Bhuwana ini dapat menjadi wahana bagi penyebarluasan, internalisasi serta pelaksanaan Pancasila serta ajaran-ajaran Bung Karno secara nyata dalam upaya perlindungan dan pelestarian alam semesta. Sehingga politik green, politik yang pro-alam lestari, dengan pemanfaatan sepenuhnya energi terbarukan, energi ramah lingkungan, termasuk pola pembangunan yang senantiasa selaras dalam menjaga kesucian dan kelestarian hutan, keragaman hayati, serta ruang hijau, menjadi tekad dan ikrar ideologis bersama. Tidak boleh gentar, lemah, dan putus asa, betapapun tantangan dan godaan hadir untuk membelokkan cita-cita ini, Kita harus tetap tegak demi kelangsungan harmoni alam, manusia, dan kebudayaan Bali,” jelas Gubernur Bali asal Desa Sembiran, Buleleng ini.
Tambahnya juga, bahwa alam, hutan, tumbuhan, dengan segala kekayaan hayati tidak saja menjadi sumber kehidupan, kesejahteraan, dan pengobatan, tetapi juga sumber inspirasi untuk menata kehidupan sosial dan peradaban. Seperti Bung Karno melakukan perenungan dan merumuskan Pancasila sedari melihat, menatap, dan memasuki desa-desa di Indonesia, termasuk kala Bung Karno di pengungsian di Ende, Nusa Tenggara Timur.
Cerita Gubernur Koster, saat itu, Bung Karno merenung di bawah pohon sukun, dan melihat energi supranatural bekerjanya Tri Murti pada dedaunan, pohon, dan dahan Sukun. Begitulah harmoni tokoh besar Bangsa ini dengan semesta raya. Energi yang dipancarkan oleh Alam adalah energi kehidupan dan keindahan bagi manusia. Karena itu pilihan tema Wana Kerthi menjadi kontekstual dan selaras, terlebih pada situasi pandemi Covid-19, yang mana kembali ke alam, hutan, dan tetumbuhan sebagai sumber usadha-pengobatan.
“Bagaimana pun penghormatan paling utama kepada Bung Karno adalah dengan meneladani dan melaksanakan ide, pemikiran, gagasan, dan cita-citanya untuk Indonesia Raya. Saya berharap seluruh lapisan masyarakat Bali, terutama generasi muda mari dengan suka cita memikul tanggung jawab ideologis ini,” pungkasnya seraya mengatakan nada Merdeka, Merdeka, Merdeka.
Sebagai penutup, Gubernur Bali, Wayan Koster dan Wakil Gubernur Bali, Cok Ace menyaksikan pergelaran drama tari musikal Bung Karno di Bawah Pohon Sukun.[rls]