BULELENG, MEDIAPELANGI.com – Pariwisata di Provinsi Bali saat ini menunjukkan perkembangan pesat, bahkan lebih masif dibandingkan kondisi sebelum pandemi Covid-19. Namun, aktivitas pariwisata dan kunjungan wisatawan masih terkonsentrasi di Bali Selatan. Sekretaris Daerah (Sekda) Kabupaten Buleleng, Gede Suyasa, menegaskan bahwa untuk mendorong pemerataan pariwisata antara Bali Selatan dan Bali Utara, diperlukan peningkatan aksesibilitas transportasi menuju Kabupaten Buleleng.
Hal ini disampaikan oleh Suyasa saat menerima rombongan kunjungan pers dari Kementerian Pariwisata dan Ekonomi Kreatif (Kemenparekraf) di Lobi Kantor Bupati Buleleng, Sabtu (10/8). Rombongan ini dipimpin oleh Kepala Biro Komunikasi Kemenparekraf, I Gusti Ayu Dewi Hendriyani, dan melibatkan 9 jurnalis media nasional serta 4 jurnalis media internasional. Tujuan dari kunjungan ini adalah untuk memberikan pengalaman langsung kepada para jurnalis mengenai potensi pariwisata di Bali Utara, khususnya Buleleng, guna menghasilkan publikasi yang positif dan valid. Kegiatan ini juga dihadiri secara daring oleh Menteri Pariwisata dan Ekonomi Kreatif, Sandiaga Uno.
Suyasa mengungkapkan bahwa saat ini, wisatawan mancanegara yang mengunjungi Buleleng hanya mencapai sekitar 10% dari total wisatawan yang datang ke Bali. Rendahnya angka kunjungan ini disebabkan oleh jarak yang jauh dan aksesibilitas yang masih kurang memadai menuju Buleleng, membuat wisatawan dengan waktu kunjungan singkat lebih memilih destinasi di Bali Selatan.
“Sulit rasanya ke Buleleng kalau hanya punya waktu kunjungan 3 hari. Perjalanan ke Buleleng memakan waktu hampir setengah hari, sehingga wisatawan cenderung memilih destinasi yang bisa dinikmati secara maksimal dalam waktu singkat,” jelas Suyasa.
Tercatat, hingga akhir Juli 2024, kunjungan wisatawan mancanegara ke Buleleng mencapai 270.000, sedangkan kunjungan wisatawan domestik mencapai 500.000. Namun, angka ini hanya mencerminkan jumlah kunjungan ke objek wisata, bukan jumlah wisatawan yang menginap di Buleleng. Saat ini, okupansi hotel di Buleleng mencapai 80% karena musim liburan musim panas, tetapi di luar musim liburan, tingkat hunian hotel turun drastis hingga 20-30%. Suyasa juga menyampaikan bahwa penerimaan daerah dari sektor pariwisata di Buleleng masih jauh dari angka di Bali Selatan.
“Penerimaan pajak hotel dan restoran (PHR) kami tidak setinggi daerah lain. Target kami sekitar 200 miliar rupiah pada tahun 2024, namun hingga Juni baru mencapai sekitar 49%,” ungkapnya.
Ketika ditanya tentang solusi aksesibilitas yang diharapkan, Suyasa menyatakan bahwa Pemerintah Kabupaten Buleleng terbuka terhadap berbagai opsi yang bisa mempercepat dan memudahkan akses wisatawan ke Buleleng, seperti pembangunan jalan tol, kereta cepat, atau pengembangan bandara. Namun, ia menyerahkan keputusan teknis tersebut kepada pemerintah pusat. Suyasa juga menyebutkan bahwa pembangunan Jalan Nasional Baru Singaraja-Mengwitani yang sedang berlangsung diharapkan dapat mendekati pusat Kota Singaraja, sehingga memperbaiki akses ke Buleleng.
“Jika aksesibilitasnya cepat, maka wisatawan akan lebih mudah menikmati Buleleng dengan segala keunikan karakter alam dan budaya yang berbeda dari Bali Selatan,” tegas Suyasa.
Ia optimis bahwa dengan peningkatan kunjungan wisatawan ke Buleleng, penataan dan pengembangan wisata di daerah tersebut dapat diakselerasi. Namun, jika kunjungan tidak meningkat, upaya operasional pariwisata akan mengalami kendala, yang akan berdampak negatif terhadap pendapatan daerah. Suyasa juga menyoroti bahwa Buleleng memiliki berbagai keunikan alam dan kekayaan budaya yang belum tergali secara optimal, seperti keberadaan 28 air terjun yang sebagian besar belum diberi nama karena jarang dikunjungi.
“Potensi alam kita sangat besar, contohnya air terjun yang banyak sekali jumlahnya, namun sebagian besar belum dikenal karena tidak pernah dikunjungi,” tutupnya.*