Denpasar (Mediapelangi.com)- Kasus dugaan korupsi proyek Tukad Mati di Legian, Kuta, Badung masih bergulir. Penyidik Pidsus Kejari Denpasar telah mengagendakan pemanggilan ketiga, untuk pemeriksaan dua tersangka, pada Kamis (26/10/2017).
Dua tersangka yang sempat absen di dua pemanggilan sebelumnya yakni AA. GD selaku Kabid Pengairan Dinas Pekerjaan Umum Penataan Ruang (PUPR) Badung, serta Wayan ST selaku rekanan.
Perihal agenda pemanggilan pemeriksaan ketiga ini dibenarkan oleh Kasi Intel dan Humas Kejari Denpasar, IGNA Kusumayasa Diputra. Hanya saja saat dikonfirmasi, pihaknya mengaku belum bisa memberikan banyak keterangan, karena masih akan menunggu terlebih dahulu hasil pemeriksaannya.
“Maaf belum bisa banyak memberikan informasi, karena kita fokus terlebih dahulu pada pada pemanggilan ketiga. Bahkan apakah pada pemanggilan ketiga mereka (dua tersangka) akan datang, kami juga belum bisa memastikan,” jelasnya.
Ketika didesak pertanyaan apakah bila kedua tersangka hadir di pemanggilan pemeriksaan ketiga, akan langsung dilakukan penahanan terhadap keduanya? Kembali lagi pihaknya juga menjelaskan belum berani memastikannya. “Kita lihat saja perkembangannya besok. Yang jelas prosesnya masih berjalan,” tegasnya.
Sebagaimana diketahui dalam kasus dugaan korupsi proyek senderan Tukad Mati ini pihak Kejari Denpasar telah menetapkan 3 tersangka. Satu tersangka telah dilakukan penahanan, yaitu I Wayan Seraman selaku Kasi Pengairan Dinas Pekerjaan Umum Penataan Ruang (PUPR) Badung.
Dalam menangani perkara ini, tim penyidik Pidana Khusus (Pidsus) Kejari Denpasar memang terkesan sangat hati-hati. Baik mulai dari penyidikan, hingga penetapan status tersangka terhadap tiga orang tersebut.
Seperti diketahui pula, penetapan tersangka dalam kasus ini dilakukan setelah tim ahli dari salah satu perguruan tinggi melakukan pemeriksaan.
Dari hasil pemeriksaan pengerjaan senderan Tukad Mati yang dilakukan oleh PT. Undagi Jaya Mandiri sebagai pihak rekanan, ditemukan ada perbedaan volume pengerjaan dari kontrak yang sudah disepakati.
Dari pemeriksaan ahli ini pula, diprediksi negera dirugikan Rp 700 juta dari total nilai kontrak Rp 2,3 miliar.
“Untuk nilai pasti kerugian negara, saat kita masih menunggu hasil audit dari BPKP,” terang IGNA Kusumayasa Diputra. (*/mp).